Translate

Rabu, 04 Desember 2013

JURNAL : Kepuasan Kerja Karyawan Dalam Lingkungan Institusi Pendidikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara locus of control,tipe perilaku, serta pemenuhan harapan penggajian secara sendirisendiri dan secara bersama-sama dengan kepuasan kerja karyawan pada lembaga pendidikan khususnya di tingkat pendidikan tinggi.
Penelitian yang dilaksanakan di Unika Atmajaya ini menggunakan metode survei dengan pendekatan korelasional. Responden penelitian dipilih dengan simple random sampling terhadap karyawan tetap bagian administrasi Unika Atmajaya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima dalam arti bahwa terdapat hubungan positif antara ketiga variabel bebas dengan variabel terikat baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Penelitian juga membuktikan, kekuatan antara pemenuhan harapan penggajian dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat pertama, kekuatan hubungan antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat kedua, dan kekuatan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat ketiga. Dengan demikian dalam pengelolaan lembaga pendidikan faktor-faktor itu perlu diperhatikan.

Survey On Employees’ Job Satisfaction In Educational Institution
Abstract.
(The objective of the study is to investigate the relationship of locus of control, behavior type, and fulfillment of salary expectation singularly and collectively with employees” job satisfaction in educational institution, especially at unversity level. The research/survey conducted at Atma Jaya Catholic University, Jakarta, used survey method with correlational approach. The survey respondents consisting of fulltime administrative employees of Atama Jaya Catholic Unersity were randomly selected. The research results show that the hypothesis is accepted in the sense that there is a positive relationship between the three independent variables and the dependent varable singularly and collectively.
The research also reveals that the relationship between fulfillment of salary expectation and job satisfaction ranks first, the relationship between behavior type and job satisfaction ranks secon, and the rekationship between locus of control and job satisfaction ranks third. Consequently, in managing an educational institution these factors have to be taken into consideration).



A. Pendahuluan
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal. Dalam kenyataannya, di Indonesia dan juga mungkin di negara-negara lain, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat maksimal.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, yang dalam penelitian ini adalah instiitusi pendidikan.
Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya.
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada institusi pendidikan di Indonesia hanya mungkin terlaksana secara bermakna apabila faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diidentifikasi secara ilmiah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (besarnya hubungan) dengan memberi penekanan intervensi pada faktor-faktor yang lebih besar bobot hubungannya.
Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control , pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.
Berdasarkan uraian di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Apakah terdapat hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan ? (2) Apakah terdapat hubungan tipe perilaku dengan kepuasan kerja karyawan ? (3) Apakah terdapat hubungan antara pemenuhan harapan penggajian dengan kepuasan kerja ? dan (4) Apakah terdapat antara locus of control dengan, tipe perilaku, dan pemenuhan harapan penggajian secara bersama-sama dengan kepuasan kerja karyawan?

B. Kerangka teori
1. Hakikat kepuasan kerja karyawan
Kepuasan kerja pada dasarnya merujuk pada seberapa besar seorang pegawai menyukai pekerjaannya (Cherington, 1987 : 82). Kepuasan kerja adalah sikap umum pekerja tentang pekerjaan yang dilakukannya, karena pada umumnya apabila orang membahas tentang sikap pegawai, yang dimaksud adalah kepuasan kerja (Robbins, 1994:417). Pekerjaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh karena itu kepuasan kerja adalah
bagian kepuasan hidup (Wether dan Davis, 1982:42).
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah: (a) isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan ; (b) supervisi ; (c) organisasi dan manajemen; (d) kesempatan untuk maju; (e) gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif; (f) rekan kerja; dan (g) kondisi pekerjaan (Chruden & Sherman, 1972: 312-313). Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja ialah (1) bekerja pada tempat yang tepat, (2) pembayaran yang sesuai, (3) organisasi dan manajemen, (4) supervisi pada pekerjaan yang tepat, dan (5) orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat (Dunn & Stephens, 1981: 322-323). Adapun salah satu
cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).
Kepuasan kerja dapat dirumuskan sebagai respons umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai halhal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi/institusi/perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara
harapan pekerja dan kenyataan yang didapatkannya di tempat bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insentif.

2. Hakikat locus of control
Mengacu pada teori yang ada (Hjele & Ziegler, 1981; Cyberia, 1966-1999; Baron & Byrne, 1994), maka locus of control diartikan sebagai persepsi sesorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Locus of control dibedakan menjadi lokus kontrol internal ( internal locus of control) dan lokus kontrol eksternal ( external locus of control).
Dengan menggunakan konsep locus of control, perilaku bekerja dapat dijelaskan ketika seorang karyawan merasakan hasil pekerjaan yang dilakukan sebagai hasil kontrol internal atau eksternal. Kontrol internal akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada saat melakukan pekerjaannya.
Sedangkan karyawan dengan kontrol eksternal merasakan bahwa terdapat kontrol di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukan. Locus of control adalah persepsi seseorang terhadap keberhasilan ataupun kegagalannya dalam dalam melakukan berbagai kegiatan dalam hidupnya yang dihubungkan dengan faktor eksternal individu yang di dalamnya mencakup nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan dan lingkungan kerja serta dihubungkan pula dengan faktor internal individu yang di dalamnya mencakup kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan kerja individu yang bersangkutan.

3. Hakikat tipe perilaku

Berdasarkan kajian teori yang dilakukan (Buck, 1988; Baron &Bryne, 1994; Monforton, Helmes & Deathe, 1993: Hopkin & QA, 1999), tipe perilaku seseorang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tipe perilaku A dan tipe perilaku B. Tetapi ada juga yang menyatakan hasil pengukurannya dalam skala kontinu yang menggunakan tipe perilaku A sempurna dan tipe perilaku B sempurna sebagai kutub-kutub ekstrimnya.
Dari teori yang ada dapat dikatakan bahwa tipe perilaku merupakan deskripsi tentang penampilan individu dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya sehari-hari termasuk dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Tipe perilaku yang dianggap mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja karyawan adalah tipe perilaku A dan tipe perilaku B.
Tipe perilaku adalah deskripsi tentang penampilan individu dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya yang dibedakan atas tipe perilaku A yang ditandai dengan adanya ketergesaan, persaingan, dan peningkatan stress, serta tipe perilaku B yang ditandai dengan adanya ketenangan, menjalani hidup dengan santai dan tidak mudah stress.

4. Hakikat pemenuhan harapan penggajian

Dari pembahasan teori yang berkaitan dengan pemenuhan harapan penggajian (Bernardin & Russel, 1986; McGeoh & Irion, 1958; Kemmerer & Thiogarajan, 1992; Lovejoy, 1988) dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemenuhan harapan penggajian adalah kesesuaian imbalan yang diharapkan oleh karyawan yang bersangkutan yang dinilai secara seimbang, baik berdasarkan kebutuhan maupun maupun kualifikasi kemampuan untuk
masing-masing individu karyawan.
Seseorang bekerja mempunyai tujuan, antara lain untuk memperoleh penghasilan agar kebutuhan dan keinginannya dapat direalisasikan. Seorang karyawan akan mendapatkan kepuasan kerja jika ia mempersepsikan bahwa imbalan yang diterimanya baik berupa gaji, insentif, tunjangan, dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk materi atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukannya nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang telah dikeluarkannya untuk melaksanakan pekerjaan itu.
Kelebihan yang didapat masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya serta kebutuhan lainnya. Kepuasan kerja akan diperoleh apabila ada kesesuaian antara harapan penggajian karyawan dengan besarnya imbalan yang iterimanya baik dalam bentuk materi ataupun non materi.
Berdasarkan analisis teoritis tersebut maka pemenuhan harapan penggajian adalah kesesuaian imbalan yang diharapkan oleh karyawan bersangkutan yang dinilai secara seimbang berdasarkan kebutuhan dan kualifikasi kemampuan untuk masing-masing individu karyawan yang dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu dan di luar individu. Faktor dalam individu ini meliputi: mencukupi kebutuhan hidup minimal, kesesuaian gaji dengan pendidikan, kesesuaian gaji dengan pengalaman kerja, dan kesesuaian gaji dengan penampilan kerja.
Sementara faktor di luar individu meliputi: kesempatan promosi, kebijakan atasan, dan situasi kerja.

C. Kerangka Berpikir
1. Hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja
Manusia dalam melaksanakan berbagai kegiatan dalam hidupnya selalu berupaya memberi respons terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang ada dalam diri dan di lingkungan sekitar manusia. Aktivitas individu sebagai respons terhadap faktor-faktor internal dan eksternal tersebut di kontrol oleh faktor locus of control.
Locus of Control baik internal maupun eksternal bukanlah merupakan suatu konsep tipologi, melainkan merupakan pengaruh atau sumbangan berbagai faktor lingkungan. Artinya locus of control bukan berasal sejak lahir melainkan timbul dalam proses pembentukannya yang berhubungan dengan faktor-faktor lingkungan, sehingga tidak ada orang yang hanya memiliki kontrol internal saja ataupun kontrol eksternal saja.
Seorang karyawan akan memiliki kepuasan kerja, apabila mereka dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya sebagai hasil pengaruh dalam dirinya (internal) maupun lingkungan di luar dirinya (eksternal). Melalui locus of control yang dimiliki, perilaku pekerja dapat dijelaskan ketika seorang karyawan merasakan hasil pekerjaan yang mereka lakukan merupakan hasil kontrol internal atau eksternal.
Seorang karyawan merasakan kontrol internal sebagai kepribadian karena merasakan hasil pekerjaan yang dilakukannya berada di bawah pengaruh kontrol diri pribadinya sendiri. Kontrol internal ini akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada saat melakukan pekerjaannya. Dengan demikian seseorang karyawan akan merasa puas dalam bekerja karena kontrol internalnya memberikan keberhasilan dalam bekerja. Sedangkan ada pula karyawan yang merasa bahwa terdapat kontrol eksternal di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukannya. Kontrol eksternal ini terlihat melalui nasib dan keberuntungan karyawan yang bersangkutan serta kekuasaan atasan dan lingkungan kerja tempat karyawan tersebut bekerja. Satu hal yang penting di sini adalah bahwa perasaan karyawan tentang locus of control, baik internal maupun eksternal mempunyai pengaruh yang berbeda pada penampilan kerja dan kepuasan kerja karyawan.
Dari uraian di atas, diduga terdapat hubungan positif antara locus of control dengan kepuasan kerja seorang karyawan. Makin kuat pengaruh faktor internal locus of control seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya maka makin puas kerja karyawan.

2. Hubungan antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja
Setiap manusia selalu menunjukkan tipe perilaku yang berbeda antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dikatakan sebagai makhluk yang memiliki keunikan tersendiri. Tipe perilaku merupakan deskripsi tentang penampilan individu dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya sehari-hari, termasuk penampilan seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Tipe perilaku ini dibedakan atas 2 tipe, yaitu tipe perilaku A dan tipe perilaku B. Tipe perilaku A digambarkan sebagai seorang karyawan yang secara kontinu berjuang untuk mendapatkan terlalu banyak dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dalam waktu yang terlalu sedikit ataupun dengan melewati terlalu banyak hambatan pada saat mereka melaksanakan pekerjaannya.

Karyawan yang memiliki tipe perilaku A rentan terhadap gangguan koroner. Akibat efek genetik ataupun efek-efek pengalaman terdahulu seorang karyawan, karyawan dengan tipe perilaku A akan menunjukkan respons susunan saraf otonom yang berlebihan secara tidak normal dalam keadaan terancam. Adanya ketergesaan persaingan serta peningkatan stres yang menyertainya akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis dan memberikan kontribusi bagi kemungkinan timbulnya penyakit jantung koroner. Dengan demikian seorang karyawan yang mempunyai tipe perilaku A lebih banyak mengalami kesulitan dalam bekerja. Keadaan ini menyebabkan timbulnya rasa ketidak puasan di dalam bekerja.
Sedangkan karyawan yang memiliki tipe perilaku B adalah mereka yang tidak memiliki karakteristik seperti yang terlihat pada tipe perilaku A. Orang yang memiliki tipe perilaku B tidak mudah terkena stres, lebih mudah dalam menjalani kehidupannya, memiliki ketenangan dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan suatu pekerjaan. Dengan demikian seorang karyawan yang tidak memiliki tipe perilaku B tidak rentan terhadap gangguan koroner, sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih memberikan kepuasan dalam bekerja. Salah satu faktor yang mendorong timbulnya kepuasan kerja seorang karyawan adalah kepribadian yang ditampilkan atau tampak melalui tipe perilaku yang ditampilkan oleh seorang karyawan pada saat melakukan pekerjaannya.
Kepuasan kerja berkaitan dengan dapat tidaknya karyawan menunjukkan aktualisasi diri pada saat melakukan pekerjaan dan kemampuannya dalam menghadapi tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya. Terkadang individu mengalami tekanan dan tantangan dalam pekerjaan yang dilakukannya untuk mencapai kepuasan kerja. Keadaan frustasi diakibatkan oleh terhalangnya kepuasan terhadap suatu kebutuhan yang dirasakan oleh
seseorang tidak terpenuhi seluruhnya. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh situasi objektif individu, tetapi juga disebabkan oleh adanya respons-respons nasional yang tampak dari tipe perilaku yang ditampilkan seseorang.
Dari uraian di atas, maka dapat diduga terdapat hubungan positif antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja karyawan. Makin kuat tipe perilaku B yang ditampilkan seorang karyawan dalam menghadapi berbagai tekanan, ancaman dan hambatan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya maka makin puas karyawan dalam bekerja.

3. Hubungan antara pemenuhan harapan penggajian dengan kepuasan kerja
Seorang karyawan yang masuk dan bekerja pada suatu institusi ataupun perusahaan mempunyai berbagai harapan, kebutuhan, hasrat dan cita-cita yang diharapkan dapat dipenuhi oleh institusi ataupun perusahaan tempatnya bekerja. Jika di dalam menjalani pekerjaan tersebut ada kesesuaian antara harapan dan kenyataan, maka akan timbul kepuasan dalam diri karyawan tersebut.
Manusia bekerja mempunyai tujuan, antara lain untuk mendapatkan penghasilan agar kebutuhan dan keinginannya dapat terpenuhi dengan baik. Kepuasan kerja adalah respons umum karyawan berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang hal menyenangkan atau tidak menyenangkan pekerjaan yang dilakukan, baik didasarkan atas imbalan material maupun psikologis.
Seorang karyawan akan mendapat kepuasan kerja jika ia mempersepsikan bahwa imbalan yang diterima baik berupa gaji, insentif, tunjangan dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk materi atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang telah dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan itu. Kelebihan yang didapat masih cukup untuk dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup diri keluarga (bagi yang telah berkeluarga) serta kebutuhan lain. Kepuasan kerja akan didapat jika ada kesesuaian antara harapan penggajian karyawan dengan besarnya imbalan yang diterima, baik yang berupa materi maupun non materi.
Dari uraian di atas, dapat diduga terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan penggajian karyawan dengan kepuasan kerja karyawan tersebut. Artinya, makin sesuai pelaksanaan penggajian dengan harapan karyawan yang didasarkan atas kebutuhan minimalnya, makin besar kepuasan kerjanya.

4. Hubungan antara locus of control, tipe perilaku, dan pemenuhan harapan
penggajian secara bersama-sama dengan kepuasan kerja.
Berdasarkan studi pustaka dan secara penalaran logis telah diungkapkan bahwa locus of control, tipe perilaku dan pemenuhan hubungan penggajian secara sendiri-sendiri mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja.
Seandainya hubungan antar ketiga veriabel tersebut linear, maka berdasarkan penalaran yang logis pula ketiga variabel bebas tersebut secara bersamasama mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja karyawan.

D. Pengajuan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut. Maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian terhadap kepuasan kerja karyawan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara locus of control karyawan ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Dengan perkataan lain, makin internal locus of control maka makin puas karyawan dalam bekerja.
2. Terdapat hubungan positif antara tipe perilaku karyawan ( X2) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Dengan perkataan lain makin kuat tipe perilaku B yang dimiliki karyawan makin puas karyawan dalam bekerja.
3. Terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan penggajian ( X3)dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Dengan perkataan lain makin sesuai penggajian dengan harapan karyawan makin puas karyawan dalam bekerja.
4. Terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2), dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) karyawan secara bersamasama terhadap kepuasan kerja karyawan ( Y). Dengan perkataan lain, makin internal l ocus of control, makin kuat tipe perilaku B dan makin sesuai penggajian dengan harapan karyawan secara bersama-sama, makin puas karyawan dalam bekerja.

E. Metodologi Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji hubungan antara locus of control, tipe perilaku, serta pemenuhan harapan penggajian dengan kepuasan kerja karyawan baik secara sendiri maupun bersama pada institusi pendidikan, terutama di tingkat perguruan tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Atmajaya Jakarta . Responden penelitian adalah 84 orang karyawan tetap bagian administrasi yang sudah bekerja sekurangnya satu tahun di Universitas Atmajaya Jakarta yang diperoleh dengan simple random sampling.
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan korelasional,
seperti terlihat pada gambar berikut :

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen yang mengukur kepuasan kerja, locus of control, tipe perilaku dan pemenuhan harapan penggajian. Kalibrasi instrumen dilakukan untuk menguji validitas butir dan koefisien reliabilitas. Validitas butir dihitung dengan menggunakan koefisien korelasi butir dan reliabilitas dihitung dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Selanjutnya persyaratan analisis data diuji dengan normalitas populasi (Uji Lilliefors) dan diuji dengan homogenitas varians populasi (Uji Bartlett). Berikutnya dilakukan teknik korelasi sederhana, parsial dan ganda, serta teknik regresi sederhana dan ganda.

F. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Hubungan antara Locus of Control (X1 ) dengan Kepuasan Kerja Karyawan ( Y).
Hipotesis pertama menyatakan terdapat hubungan positif antara locus of control karyawan ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan dengan persamaan regresi . Y = 38,725 + 2,368X1. Pengujian signifikansi dan linearitas persamaan regresi sebagai berikut:


Berdasarkan uji signifikansi dan uji linearitas regresi tersebut di atas, diperoleh kesimpulan bahwa persamaan regresi Y= 38,725 + 2,368 X1 sangat signifikan dan linear. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa setiap skor locus of control ( X1) akan mengakibatkan kenaikan 2,368 skor estimasi kepuasan kerja pada konstanta 38,725.

Grafik hubungan antara locus of control (X1) dengan kepuasan kerja ( Y) melalui garis regresi Y = 38,725 + 2,368 X1.
Kekuatan hubungan antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) dinyatakan oleh koefisien korelasi ry1 = 0,639. Uji siginifikansi koefisien korelasi tercantum dalam tabel berikut:


Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa koefisien korelasi antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar 0,639 adalah sangat signifikan. Maka terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y), yaitu semakin tinggi skor kontrol internal ( X1) dengan kepuasan locus of control (semakin ke arah internal), semakin tinggi pula kepuasan kerja.
Koefisien determinasinya adalah r2 = 0,6392 = 0,408 atau 40,8%. Koefisien determinasi antara locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar 40,8% berarti bahwa 40,8% variasi kepuasan kerja ( Y) ditentukan oleh locus of control ( X1).
Dengan mengontrol pengaruh tipe perilaku ( X2), koefisien korelasi parsial antara locus of control ( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry1.2 0,6073. Dengan mengontrol pengaruh pemenuhan harapan penggajian ( X3), koefisien korelasi parsial antara locus of control ( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry1.3=0,4052. Dengan mengontrol pengaruh tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) sekaligus, koefisien korelasi parsial antara locus of control
( X1) dan kepuasan kerja ( Y) menjadi ry2.3 = 0,3892. Pengujian signifikansi koefisien korelasi parsial dengan mengontrol pengaruh tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3), baik sendiri-sendiri maupun sekaligus dapat dilihat pada tabel berikut:


Berdasarkan uji signifikansi tersebut disimpulkan bahwa (1) dengan mengontrol pengaruh locus of control ( X1) tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y), (2) dengan mengontrol tipe perilaku ( X2) tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y), dan (3) dengan mengontrol pengaruh locus of control ( X1) dan tipe perilaku ( X2) sekaligus tetap terdapat hubungan positif antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan kepuasan kerja ( Y).
4. Hubungan antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja karyawan ( Y).
Hipotesis keempat menyatakan terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3), secara bersama-sama dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan oleh persamaan regresi ganda Y = -21,340 + 1,909 X

Berdasarkan uji signifikansi tersebut disimpulkan bahwa persamaan regresi Y = - 21,340 + 1.052 X1 +1,909 X2 = 1,430 X3 sangat signifikan. Ini berarti terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja ( Y). Kekuatan hubungan antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja ( Y) ditunjukkan oleh korelasi sebesar Ry123 = 0,834.
Berdasarkan uji signifikansi koefisien korelasi tersebut disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja ( Y) dengan koefisien korelasi ganda Ry.123 = 0,834 dan koefisien determinasi R2 y.123 = 0,8342 = 0,696. Ini berarti bahwa 69,6% varians kepuasan kerja (Y) dapat ditentukan atau dijelaskan oleh locus of control ( X1), tipe perilaku ( X2) dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama.
Sebagaimana diketahui bahwa koefisien korelasi locus of control ( X1) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar ry1 = 0,639, koefisien korelasi antara tipe perilaku ( X2) dengan kepuasan kerja ( Y) sebesar ry2= 0,511, dan koefisien korelasi antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan kepuasan kerja (Y) sebesar ry3 = 0,735.

Besarnya koefisien korelasi dengan faktor-faktor lain dikontrol dapat dilihat dalam tabel berikut:

Dari tabel tersebut di atas disimpulkan bahwa peringkat kekuatan hubungan antara masing-masing variable bebas dengan variable terikat adalah peringkat pertama variable pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan ry3.12 = 0,5899, peringkat kedua adalah variable tipe perilaku ( X2) dengan ry2.13 = 0,4564, dan peringkat ketiga adalah locus of control ( X1) dengan ry123 = 0,3892.

G. Kesimpulan:
Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, terdapat hubungan positif yang signifikan antara locus kontrol internal ( X1) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin internal locus of control karyawan maka akan makin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan.
Kedua, terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara tipe perilaku B ( X2) dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin kuat tipe perilaku B karyawan maka akan makin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan.
Ketiga, terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara pemenuhan harapan penggajian ( X3) dengan Kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin sesuai pemenuhan harapan penggajian maka akan makin tinggi kepuasan kerja karyawan.
Keempat, terdapat hubungan antara l okus of control internal ( X1) tipe perilaku B ( X2), dan pemenuhan harapan penggajian ( X3) secara bersama-sama dengan kepuasan kerja karyawan ( Y). Artinya makin internal locus of control, makin kuat tipe perilaku B dan makin sesuai pemenuhan harapan penggajian secara bersama-sama akan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Kelima, penelitian juga membuktikan bahwa berdasarkan besarnya koefisien korelasi partial, ternyata kekuatan hubungan antara pemenuhan harapan dan panggajian dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat pertama, kekuatan hubungan antara tipe perilaku dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat kedua, dan kekuatan hubungan antara locus of control dengan kepuasan kerja karyawan menempati peringkat ketiga.

H. Implikasi
Dari kesimpulan penelitian yang telah dibahas, maka selanjutnya dikemukakan implikasi penelitian sebagai berikut:
1. Upaya memanfaatkan locus of control untuk meningkatkan kepuasan kerja Pertama, pemberian respons positif terhadap tiap usaha inisiatif karyawan betapapun kecilnya usaha inisiatif tersebut. Karyawan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari diharapkan tidak hanya terpaku pada agenda atau panduan kerja yang sudah menjadi tugasnya sehari-hari.
Karyawan harus mempunyai inisiatif dari dalam dirinya sendiri untuk melaksanakan pekerjaannya tanpa harus ada yang memberi perintah. Tiap usaha inisiatif karyawan hendaknya diasumsikan berlandaskan itikat baik, selama belum terbukti sebaliknya pimpinan juga harus mewaspadai setiap
usaha inisiatif yang dilakukan karyawannya agar tidak terjebak dengan jerat yang sudah dipasang oleh karyawan yang hanya menunjukkan inisiatif untuk mendapatkan pujian dan jabatan yang lebih tinggi dari pimpinan. Di sini seorang pemimpin dituntut tingkat kejeliannya dalam menilai usaha inisiatif yang dilakukan karyawannya.
Kedua, penampilan kerja dengan usaha inisiatif, selama dalam batas wewenang yang diberikan lebih dihargai daripada penampilan kerja tanpa inisiatif. Penampilan kerja (kinerja) yang ditampilkan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya dapat dilihat dan ditingkatkan melalui ada tidaknya keinginan karyawan untuk melakukan suatu inisiatif dalam melakukan
pekerjaannya.
Kinerja yang ditampilkan karyawan dapat ditingkatkan melalui usaha inisiatif kerja karyawan yang bersangkutan. Kinerja yang ditunjukkan dengan adanya inisiatif kerja lebih baik dan seharusnya lebih dihargai oleh pimpinan, dibandingkan dengan kinerja yang ditampilkan tanpa melakukan inisiatif kerja. Karyawan yang sering melakukan inisiatif kerja, kinerjanya akan terlihat baik. Sebaliknya karyawan yang jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah menunjukkan inisiatif dalam bekerja, maka kinerjanya akan terlihat kurang baik, meskipun karyawan yang bersangkutan sudah berupaya menunjukkan kinerjanya semaksimal mungkin.
Di sini seorang pimpinan harus mampu menunjukkan kepada karyawannya bahwa pimpinan lebih menghargai kinerja karyawan yang ditampilkan dengan adanya usaha inisiatif kerja daripada kinerja karyawan yang ditampilkan tanpa usaha inisiatif kerja karyawan yang bersangkutan. Hal semacam ini perlu dijelaskan oleh pimpinan agar karyawan tidak statis dalam bekerja. Pimpinan harus mampu membangkitkan kreativitas kerja karyawan yang ditampilkan
dalam inisiatif kerjanya. Oleh karena itu pimpinan perlu mendorong karyawannya untuk menunjukkan usaha-usaha inisiatif kerja agar dapat mendorong kinerja karyawan yang pada akhirnya akan memperlancar dan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Ketiga, atasan tidak perlu secara berlebihan menyatakan bertanggung jawab atas segala bentuk keberhasilan kerja ataupun kehadiran berbagai situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan karyawan, dan hendaknya ikut bertanggung jawab atas segala kegagalan kerja ataupun kehadiran berbagai situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan karyawan.
Keempat, karyawan dibiasakan untuk ikut bertanggung jawab atas segala bentuk hasil kerja,baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan. Pimpinan harus membiasakan karyawan untuk ikut bertanggung jawab atas segala bentuk hasil kerja yang dicapainya. Karyawan harus dibiasakan ikut bertanggung jawab pada saat mereka berhasil dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
Bentuk tanggung jawab ini dapat ditunjukkan dengan mengikutsertakan karyawan pada saat pemberian penghargaan atas hasil kerja yang telah dilakukan. Bentuk tanggung jawab lainnya adalah dengan memberikan penghargaan pada karyawan yang bersangkutan dan mengingatkannya bahwa keberhasilan ini sebaiknya tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi harus dipupuk dan dikembangkan.
Dengan demikian diharapkan karyawan mau dan memiliki inisiatif untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi sehingga hasil kerja yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal.
2. Upaya memanfaatkan tipe perilaku untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja sehubungan dengan temuan bahwa tipe perilaku B memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja antara lain, yaitu:
Pertama, menilai tipe perilaku calon karyawan pada seleksi penerimaannya dan mengutamakan perekrutan karyawan dengan tipe perilaku B. Seorang karyawan dalam menampilkan kinerjanya pada saat melakukan tugas pekerjaan sehari-hari dipengaruhi oleh tipe perilaku yang dimilikinya. Karena manusia merupakan makhluk yang unik, maka tipe perilaku yang ditampilkan karyawan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui tipe perilaku yang dimiliki karyawan pada saat proses perekrutan karyawan dapat dilakukan dengan memberikan sejumlah tes psikologis (yang dibuat oleh para ahli psikologi yang terlibat dalam proses perekrutan karyawan baru) yang mengarah pada dimiliki/tidaknya tipe perilaku B oleh calon karyawan yang bersangkutan.
Dengan demikian, apabila dalam proses perekrutan awal saja telah terjaring karyawan-karyawan dengan tipe perilaku B, maka diharapkan karyawankaryawan yang bekerja di universitas akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih besar.
Kedua, penataan ulang penempatan karyawan dengan mengutamakan penempatan karyawan tipe B pada posisi dengan situasi kerja yang lebih berpotensi menimbulkan stress, dan sebaliknya. Pihak universitas sebaiknya melakukan penataan ulang penempatan karyawan sesuai dengan tipe perilaku yang dimilikinya. Penataan ulang penempatan karryawan ini dapat dilakukan dengan melakukan rotasi karyawan dari satu bagian ke bagian lain dalam jangka waktu tertentu. Penataan ulang penempatan karyawan ini juga dapat dilakukan dengan melakukan rotasi tugas atau dapat juga dengan pergantian posisi.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penyegaran bagi karyawan agar karyawan tidak merasa bosan dan jenuh, karena hanya melakukan tugas yang sama dan monoton dari awal ia bekerja sampai sekarang. Dengan demikian diharapkan terjadi keseimbangan dalam menempatkan karyawan dengan tipe perilaku masing-masing sesuai dengan posisi dan porsinya masing-masing, sehingga kepuasan kerja karyawan dapat meningkat.
Ketiga, menjajaki kemungkinan untuk melakukan upaya modifikasi tipe perilaku, terutama di lingkungan karyawan dengan tipe perilaku A yang belum berkembang sempurna. Pihak universitas harus dapat menjajaki kemungkinan untuk melakukan upaya modifikasi tipe perilaku karyawan, terutama di lingkungan karyawan dengan tipe perilaku A yang belum berkembang sempurna. Upaya yang dapat diambil di antaranya dengan memberlakukan peraturan yang dapat mendorong karyawan untuk memperlihatkan atau menampilkan tipe perilaku yang sesuai dengan posisi kerjanya. Selain itu juga dapat pula dilakukan kegiatan berupa pelatihan-pelatihan atau simulasi-simulasi untuk membentuk atau menyempurnakan tipe perilaku yang dimiliki karyawan sehingga berkembang ke arah yang diinginkan.
3. Upaya memanfaatkan pemenuhan harapan penggajian untuk meningkatkan kepuasan kerja.
Upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan pemenuhan harapan penggajian dalam rangka peningkatan kepuasan kerja karyawan adalah:
Pertama, mempelajari lebih lanjut pemenuhan kebutuhan minimal secara individual, menilai derajat relevansinya, serta tingkat pemenuhannya oleh pihak Universitas. Pihak universitas harus mempelajari lebih lanjut berapa besar biaya yang dibutuhkan oleh karyawan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya. Seorang karyawan akan memiliki kepuasan dalam bekerja apabila harapannya terpenuhi. Salah satu harapan yang diinginkan oleh karyawan adalah mendapatkan penghasilan yang setidaknya dapat mencukupi kebutuhan hidup minimalnya. Dengan memperoleh penghasilan yang mencukupi kebutuhan hidup minimalnya atau bahkan berlebihan, karyawan tersebut akan memiliki semangat kerja yang tinggi yang akan tampak melalui kinerjanya, dan melalui kreativitas serta produktivitas kerjanya.
Kedua, mempelajari kemungkinan penataan anggaran di tahun-tahun selanjutnya dengan memberi perhatian yang lebih besar terhadap pemeliharaan sumber daya manusia, baik dari segi dana pemeliharaannya maupun system penggajiannya, dengan tetap memperhitungkan kemampuan finansial universitas. Pihak universitas sebaiknya mempelajari kemungkinan dilakukannya penataan anggaran keuangan universitas di tahun-tahun selanjutnya dengan memberi perhatian lebih besar terhadap pemeliharaan sumber daya manusia.
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan sejumlah anggaran yang dialokasikan untuk melakukan kegiatan penelitian tentang peningkatan sumber daya manusia (dalam hal ini karyawan yang bekerja di universitas) agar kinerjanya meningkat, mengalokasikan anggaran untuk melakukan pemberian pelatihan –pelatihan bagi karyawan baik untuk memodifikasi tipe perilaku maupun untuk meningkatkan kinerja karyawan. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk melakukan pembinaan dan pemeliharaan sumber daya manusia yang terlibat di dalam kegiatan universitas agar kinerjanya meningkat sehingga produktivitas kerjanya meningkat pula. Selain itu pihak universitas juga sebaiknya mengalokasikan dana untuk memperbaiki system penggajian di universitas, sehingga karyawan dapat meningkatkan kepuasan kerjanya dan dapat menghasilkan atau mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Tentu saja kesemuanya itu harus disesuaikan dengan kondisi finansial yang dimiliki oleh universitas.
Ketiga, meningkatkan penghargaan terhadap prestasi kerja dalam berbagai bentuk imbalan non finansial, yang secara relatif tidak akan menambah beban universitas secara finansial. Pihak universitas sebaiknya melakukan upayaupaya untuk memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja yang dicapai oleh karyawan dalam berbagai bentuk imbalan non-finansial. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan karyawan teladan secara berkala bagi setiap karyawan yang berprestasi. Penghargaan yang diberikan tidak mutlak harus berupa penghargaan dalam bentuk finansial, melainkan misalnya saja dengan memasang foto dan menyebarluaskannya di sekitar lingkungan universitas gambar karyawan teladan tersebut. Atau dalam suatu kegiatan seremonial yang dilakukan secara berkala, karyawan-karyawan yang berprestasi dapat ditampilkan dan diberi piagam penghargaan. Hal itu akan memicu karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya.
Upaya ini selain berpotensi meningkatkan kepuasan kerja secara langsung, juga diharapkan dapat mengurangi intensitas hubungan antara pemenuhan harapan penggajian secara finansial dengan kepuasan kerja, sehingga kepuasan kerja yang diinduksi oleh imbalan tidak semata-mata tergantung pada imbalan finansial.


B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dan implikasi penelitian, ada beberapa saran yang dapat dikemukakan menyangkut kepuasan kerja, locus of control, tipe perilaku dan pemenuhan harapan penggajian karyawan bagian administrasi Universitas Atmajaya.
Pertama, pimpinan harus menghargai setiap penampilan kerja dengan usaha inisiatif yang ditampilkan karyawan dengan lebih memperhatikan hasil kerja dan memberikan nilai tambah untuk penilaian karyawan yang akan dipertimbangkan dalam promosi jabatan.
Kedua, melibatkan karyawan secara langsung dalam setiap kegiatan administrasi dengan memberikan pekerjaan sesuai dengan porsinya sehingga timbul rasa keterikatan yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan maupun kegagalan kerja.
Ketiga, mengutamakan calon karyawan dengan tipe perilaku B pada proses perekrutan karyawan baru dengan memberikan serangkaian tes yang bersifat psikologis.
Keempat, menempatkan karyawan sesuai potensi yang dimilikinya serta menentukan batas-batas pekerjaan yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara sesama karyawan.
Kelima, mengadakan rotasi posisi atau jabatan karyawan secara berkala untuk menghindari kejemuan karyawan dalam bekerja.
Keenam, menyusun perencanaan karir bagi karyawan sehingga semua karyawan dapat mengetahui peluang untuk promosi jabatan dan pangkat. Dengan demikian karyawan terpacu untuk mengoptimalkan semua kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan tugas pekerjaan.
Ketujuh, membentuk tim untuk melakukan pemantauan, mengevaluasi perkembangan karyawan dan memberikan bantuan bagi karyawan yang mengalami kesulitan pada saat melakukan tugas.
Kedelapan, memberi masukan pada tim penyusun anggaran universitas agar memberikan porsi anggaran yang lebih besar daripada yang berlaku selama ini untuk bidang pemeliharaan dan pengembangan sumber daya manusia.
Kesembilan, melibatkan secara adil dan merata karyawan administrasi dalam semua program kegiatan penelitian, pengabdian masyarakat dan pendidikan yang dilakukan oleh universitas yang fungsinya membantu kelancaran di bidang administrasi sehingga memberikan peluang bagi karyawan untuk memperoleh tambahan pendapatan di luar gaji tetap.
Kesepuluh, memberikan penghargaan secara khusus bagi karyawan, misalnya pemberian gelar karyawan teladan, dalam acara seremonial yang diadakan universitas setiap tahun sehingga dapat memacu prestasi kerja karyawan.
Di samping ke sepuluh saran itu, laporan penelitian ini kiranya dapat juga dijadikan acuan dalam melakukan penelitian yang sejenis di kalangan tenaga teknis pendidikan termasuk guru.

Daftar Pustaka
Atkinson Rita L, Richarcd C. Atkinson, Edward E. Smith, Daryl J. BEM, & Susan Nolen-Hoeksema.(1996). Hilgard’s introduction to psychology. USA : Harcourt Brace College Publishers.
Baron, Robert A, & Byrne, Dunn. (1994). Social psychology: Understanding human interaction. Massachussets : Allyn & Bacon.
Hjele, Larry A., & Ziegler, Daniel J. (1981). Personality theories: Basic assumptions, research and aplication. USA: McGraw-Hill Publishing Company.
Kleinbaum, D.G., Kupper, L.L., & Muller, K.E.(1988). Applied regression analysis and other multivariable methods. Boston: PWS-Kent Publishing Company.
Kemmer, F.N & Thiagarajan, S.(1992). Handbook of human performance technology problems in organizations. San Fransisco: Jossey Bass Publisher.
Monforton, M., Helmes, E., & Deatle, A. Barry. (1993). Type a personality and marital intimacy in amputes. Britis Journal Medical Psychology.
Robbins, Stephen P. (1994). Management. Englewood Cliffs, New Jersey; Printice Halll Inc.
Rotter, J.B. General Expectancies for internal versus external control of reinforcement. New York: Psychological Monographs.
Schabracq, maarc J., Jaques Am. Winnubst & Cooper, Carry L,. (1996). Handbook of work and healty psychology. England: John Willey & Son.
Shahidi, Shahriar. Beliefs and fear underlying the type a behavior pattrern in adolescent. British Journal of Medical Psychology.
Stanford, S. Clare, & Salmon, Peter. (1993). Stress from synapse to syndrome. London: Academic Press Limited.
Zyzanki, S.J., K.C. Stange, K. Kercher, JH, J.H. Medalie, & Kahana, Eva.(1991).
Health and illness behaviour of type a personality. Journal of Occupational Medicine.



ditulis Oleh : Rita Johan *)
Sumber : Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002
*) Rita Johan adalah Dosen di Universitas Katolik Atmajaya Jakarta dan pernah bekerja di
BPK PENABUR Jakarta. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan
penelitian yang sejenis di kalangan tenaga teknis pendidikan termasuk guru.
 
SUMBER :
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/03/kepuasan-kerja-karyawan-dalam.html

JURNAL : ANALISA HUBUNGAN LATAR BELAKANG KARYAWAN DAN PENGARUH KUALITAS LAYANAN INTERNAL TERHADAP KEPUASAN KARYAWAN DI HOTEL X, SURABAYA

Abstrak: Tujuan dari penelitian adalah untuk menginvestigasi hubungan antara latar belakang karyawan dan pengaruh kualitas layanan internal terhadap kepuasan karyawan di sebuah hotel bintang 4, Surabaya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan dan perbedaan yang signifikan antara latar belakang karyawan (umur dan lamanya bekerja), kecuali tingkat pendidikan terhadap kepuasan karyawan.
Sebaliknya, ada pengaruh yang signifikan antara kualitas layanan internal dengan kepuasaan karyawan. Kerjasama, kesesuaian terhadap pekerjaaan dan kesesuaian terhadap teknologi merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasaan karyawan secara signifikan.
Kata kunci: hotel, kualitas layanan internal, kepuasan karyawan, latar belakang karyawan.
Abstract: This study aims to examine the extent to which the relationship between employee background and the influence of the internal service quality (ISQ) on employee satisfaction in a four star hotel in Surabaya. The results show that there is no significant correlation between employee background (age, education qualification, and length of employment) and employee satisfaction. On the other hand, there is significant influence between internal service quality and employee satisfaction. Team work, employee job fit and technology job fit are the most important measurements of ISQ, which influence the employee satisfaction.
Keywords: hotel, internal service quality, employee satisfaction, employee background.

Industri jasa seringkali dikarakteristikkan sebagai transaksi dari suatu hal yang tidak berwujud antara penyedia jasa dan konsumen (Gronroos, 1990, p. 27),
kualitas dari penyedia jasa atau yang disebut juga layanan internal memiliki pengaruh langsung terhadap proses penyampaian jasa dan kepuasan konsumen. Seperti yang dikatakan oleh Pillai dan Bagavathi (2003) bahwa kesuksesan dan kegagalan
suatu organisasi tidaklah tergantung pada peralatan, mesin-mesin maupun materi lain, tetapi justru pada sumber daya manusianya. Demikian pula di industrijasa, sumber daya manusia yang berkualitas (baik dalam hal sifat maupun pengetahuan) sangat
dibutuhkan sebagai pelaksana dan penunjang operasional dan manajemen industri jasa tersebut (p. 146).
Selain sebagai pilar dalam organisasi, Azzohlini (1993) menyebutkan bahwa karyawan merupakan aset penting untuk membedakan satu organisasi dengan organisasi lain, dimana karyawan yang berkualitas akan menjadi keunggulan yang kompetitif bagi organisasi (Cheng, 2000). Sebagai tambahan, dalam artikelnya “A Study on the Factors of Internal Service Quality-Nurse for example”, Cheng menyatakan adanya korelasi yang positif antara kualitas layanan internal dengan kepuasan karyawan.
Beberapa faktor yang terkandung dalam kualitas layanan internal seperti tipe manajemen, komunikasi antar departemen yang ada, reward, training, job description yang jelas dan tanggung jawab yang tepat, sangat berpengaruh terhadap kepuasan karyawan dalam bekerja dimana pada akhirnya akan berdampak langsung pada kinerja perusahaan.
Sebagai contoh, Roth dan Jackson (1995) dalam penelitian secara empirik di industri keuangan menemukan bahwa kualitas layanan internal berhubungan secara langsung dengan kinerja perusahaan (Siehoyono, 2004).
Senada dengan pernyataan di atas, O’Connor (2001) dalam artikelnya Performance Management- Electrical Wholesaling, menyatakan bahwa “people behave as they are measured and drive action as they are rewarded” yang berarti orang berperilaku sebagaimana mereka diukur dan bertindak sebagaimana mereka di hargai. Seperti yang dikemukakan oleh Vroom (1964), bahwa setiap individu akan berusaha dengan harapan mendapat sesuatu, namun seberapa keras usahanya juga tergantung dengan seberapa besar sesuatu yang diberikan kepadanya.
Heskett dkk. (1997) mengemukakan model Service Profit Chain sebagai rangkaian sebab-akibat yang menghasilkan keuntungan dan pertumbuhan.
Model ini menyatakan bahwa kualitas layanan internal akan mempengaruhi kepuasan, loyalitas dan produktivitas karyawan. Fornell, C. (1992, p.12)mengemukakan bahwa kepuasan karyawan akan pelayanan internal yang berkualitas akan mendorong tumbuhnya loyalitas karyawan dalam organisasi, dan pada akhirnya akan mendorong penciptaan nilai pelayanan eksternal yang kemudian menentukan kepuasan pelanggan eksternal (Siehoyono, 2004).
Sebagai contoh penerapan model ini adalah pada Sears Roebuck Co. (Rucci, Kirn & Quinn, 1998)yang terbukti sukses dalam meningkatkan tujuan organisasi (Terry, n.d.). Berikutnya, berdasarkan Zeithaml dkk. (1991, dikutip dari Siehoyono, 2004)kualitas layanan internal dibagi lagi ke dalam tujuh bagian, meliputi (1) kerja sama (team work); (2)kesesuaian terhadap pekerjaan (employee job fit); (3)kesesuaian terhadap teknologi (technology job fit), (4)kemampuan kontrol diri (perceived control); (5)
sistem pengontrolan pengawasan (supervisory control system); (6) konflik peran (role conflict); dan (7) ambiguitas peran (role ambiguity).
Kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau tidak senang karyawan atas segala sesuatu yang dihadapi ditempat kerja. Menurut Hasibuan (1995, p.222; Davis , 1987), kepuasan kerja karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, kedisplinan kerja dan prestasi kerja meningkat. Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa jika karyawan merasa senang akan pekerjaannnya, maka karyawan tersebut akan mempunyai motivasi kerja, moral kerja dan dedikasi serta kedisiplinan kerja yang akan membawa dampak positif bagi perusahaan dan karyawan-karyawan itu sendiri. Begitu juga dengan kegiatan operasional di sebuah hotel sebagai salah satu usaha hospitality dan jasa. Ketika tamu merasa puas dengan pelayanan yang mereka terima dari suatu hotel maka secara tidak langsung telah terhubung dengan cara kerja
para karyawan yang telah bekerja dengan baik sehingga hasil kerja mereka dapat memuaskan para tamu. Salah satu faktor mengapa para karyawan dapat bekerja dengan sangat baik adalah dikarenakan kualitas layanan internal yang diberikan oleh perusahaan terhadap mereka memuaskan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas layanan internal terhadap kepuasan karyawan di Hotel X, Surabaya. Selain itu, peneliti ingin menganalisa lebih jauh apakah terdapat hubungan antara latar belakang karyawan dan kepuasan karyawan dan apakah perbedaan antara latar belakang karyawan (umur, tingkat pendidikan dan lama bekerja) juga berpengaruh terhadap kepuasan karyawan.

TEORI PENUNJANG
Hubungan antara Latar Belakang Karyawan Dengan Kepuasan Karyawan Studi yang dilakukan oleh Kalleberg (1977), Lee dan Wibur (1985) dan Martin dan Hanson (1985, dikutip dari Dickie et al) menyatakan bahwa karakteristik karyawan sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Dalam penelitian ini, karakteristik karyawan yang diteliti meliputi umur, level pendidikan dan lama bekerja. Blackburn dan Bruce (1989) menyatakan bahwa faktor karakteristik karyawan di atas memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kepuasan kerja karyawan (Siehoyono, 2004). Beberapa studi yang meneliti mengenai hubungan antara latar belakang karyawan menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, beberapa mengklaim adanya korelasi positif antara umur (Rhodes, 1993; Lee et al, 1985; Mottaz,
1987; Weaver, 1980 dikutip dari Dickie et al) dan level pendidikan karyawan (Oldham et al., 1986; Arnold, 1982 dikutip dari Dickie et al) terhadap kepuasan karyawan. Namun, beberapa studi menyatakan hal yang sebaliknya, seperti studi yang dilakukan oleh Reudavey (2001) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur atau level pendidikan dengan kepuasan karyawan. Sebagai tambahan, lama bekerja juga dinyatakan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepuasan karyawan (O’Reilly dan Roberts, 1975; Bedein et al., 1992 dikutip dari Dickie et al).
Dalam penelitian kali ini, diyakini bahwa faktor latar belakang karyawan (umur, level pendidikan dan lama bekerja) memiliki korelasi positif terhadap kepuasan karyawan. Sebagai contoh, karyawan yang sudah lama bekerja memiliki kecenderungan lebih puas dibandingkan dengan karyawan yang belum lama bekerja (Doering et al., 1983); setiap karyawan memiliki keinginan untuk mengimplementasikan pengetahuan, keahlian dan pendidikan yang didapatkan sebelumnya kepada perusahaan dimana mereka bekerja. Jika mereka tidak mampu mengaplikasikannya, mereka akan menjadi tidak puas dan pada akhirnya akan mempengaruhi lama bekerja (length of employment), hal ini bisa dikaitkan dengan loyalitas karyawan. Jika karyawan dihargai secara adil sesuai dengan prestasi kerjanya maka mereka akan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak memiliki tendensi untuk berpindah pekerjaan di tempat lain (Siehoyono, 2004). Secara singkat, disimpulkan bahwa memang ada korelasi positif antara faktor latar belakang karyawan (umur, level pendidikan dan lama bekerja) terhadap kepuasan karyawan.
Pengaruh Antara Kualitas Layanan Internal Dengan Kepuasan Karyawan
Heskett dkk. (1994) mengartikan kualitas layanan internal sebagai kualitas dari lingkungan
kerja yang memberikan kontribusi terhadap kepuasan karyawan. Menurut Zeithmal dkk. (1991), kualitas layanan internal dibagi atas beberapa pengukuran yaitu kerjasama (teamwork), kesesuaian pekerjaan (employee job fit), kesesuaian fasilitas (technology job fit), kemampuan kontrol diri (perceived control), sistem pengontrolan pengawasan (supervisory control system), konflik peran (role conflict) dan kejelasan peran dalam bekerja (role ambiguity).
Menurut Miller (1991), kepuasan karyawan adalah suatu ukuran kepuasan dari tiap personel dengan peran yang berbeda dalam organisasi dan meliputi keterlibatan perusahaan (company involvement), keuangan dan status kerja (financial dan job status), dan kepuasan kerja intrinsik (intrinsic job satisfaction).
1. Pengaruh Antara Kerja Sama (teamwork) Dengan Kepuasan Karyawan Greenberd dan Baron (2003) menyatakan bahwa team adalah suatu kelompok yang anggotanya memiliki keahlian yang saling melengkapi dan masing-masing berkomitmen kepada tujuan yang sama (Siehoyono, 2004). Kerja sama yang saling menguntungkan dan mendukung dalam suatu organisasi, akan menimbulkan kepuasan tersendiri pada anggota kelompok itu sendiri. Dari studi yang dilakukan oleh Loveman (1998) terhadap bank retail disimpulkan bahwa kerja sama adalah salah satu faktor yang memberi kontribusi atas kepuasan karyawan selain kualitas perusahaan, penghargaan dan fokus konsumen. Kesimpulan ini juga didukung pernyataan dari Heinhuis et al.,
(1998) yaitu adanya hubungan antara kerja sama dengan kepuasan karyawan (Siehoyono, 2004).
2. Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Pekerjaan (employee job fit) Dengan Kepuasan Karyawan Advantage Hiring, Inc mendefinisikan kesesuaian kerja sebagai karakteristik dari lingkungan kerja (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.). Menurut O’Reilly, Chatman, & Caldwell (1991), tujuan perusahaan yang menyatu kepada tujuan karyawan secara perorangan akan menjadikan karyawan merasa sayang untuk pergi (Mozkowitz, Get “FIT” to reduce turnover, n.d.). Namun sebaliknya, karyawan yang merasa tidak cocok dengan tujuan perusahaan cenderung tidak puas dan meninggalkan perusahaan (Lovelace dan Rosen, 1996). Semakin tinggi kesesuaian terhadap pekerjaan, maka akan semakin kecil penyimpangan terhadap performa kerja.
3. Pengaruh Antara Kesesuaian Terhadap Teknologi (technology job fit) Dengan Kepuasan Karyawan Kesesuaian terhadap teknologi berkaitan dengan ketepatan terhadap alat atau teknologi yang digunakan dalam bekerja. Penelitian menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat antara technology job fit dengan employee satisfaction (Corbet et al., 1989). Dengan kata lain, penggunaan teknologi yang sesuai akan menjadikan pekerjaan tersebut efisien dan menimbulkan rasa puas dalam diri karyawan. Semakin tinggi kesesuaian terhadap teknologi, maka akan semakin besar komitmen pada perusahaan.
4. Pengaruh Antara Kemampuan Kontrol Diri (perceived control) Dengan Kepuasan Karyawan
Kemampuan kontrol diri mewakili hubungan antara reaksi individu terhadap tekanan dan
kemampuan untuk mengendalikan situasi tersebut (Zeithaml et al., 1991). Menurut Averill (1973, dikutip dari Zeithaml et al., 1991) ada 3 bentuk kontrol yaitu: (1) kontrol perilaku yaitu kemampuan untuk memberi respon yang mempengaruhi situasi yang mengancam; (2) kontol kognitif yaitu kemampuan untuk mengurangi tekanan sesuai informasi yang diproses, dan (3) kontrol keputusan melibatkan seleksi atau pemilihan tujuan. Semakin tinggi kemampuan kontrol diri, maka akan semakin besar komitmen pada perusahaan.
5. Pengaruh Antara Sistem Pengontrolan Pengawasan (supervisory control system) Dengan Kepuasan Karyawan Definisi sistem pengontrolan pengawasan adalah
untuk menentukan aktivitas mengawasi karyawan, selain itu juga mencakup dukungan sosial (Zeithaml et al.,1991). Dalam kondisi yang sederhana, sistem pengontrolan pengawasan merujuk
pada tingkat dimana perilaku karyawan dievaluasi lebih dibandingkan kuantitas output.
Menurut Butler (1999), pengawasan mempunyai peran penting dalam mengkoordinasikan kerja
sama di antara karyawan: kesatuan grup dapat didukung dengan efisien oleh para manajer.
Semakin baik sistem pengontrolan pengawasan, maka akan semakin tinggi kerja sama dan
kepercayaan karyawan terhadap manajemen (Siehoyono, 2004).
6. Pengaruh Antara Konflik Peran (role conflict) Dengan Kepuasan Karyawan Ketika individu dihadapkan pada peran yang menyimpang dari harapan, hasilnya adalah konflik
peran (Robbins, 1996). Konflik peran adalah suatu situasi yang terjadi jika seseorang diharapkan untuk memerankan dua peran yang bertentangan. Perubahan yang sering terjadi terhadap
lokasi kerja, jumlah staf pendukung dan tanggung jawab pengawasan diidentifikasikan oleh Kahn et al., (1964) sebegai penyebab adanya konflik yang salah satunya adalah konflik peran (role conflict). Konflik yang tidak kunjung terselesaikan akan mempengaruhi performa kerja (Bernard & White, 1986), dan konsekuensinya adalah penurunan kepuasan kerja (Kahn et al., 1964).
7. Pengaruh Antara Ambiguitas Peran (role ambiguity) Dengan Kepuasan Karyawan
Ambiguitas peran dalam perspektif karyawan oleh Mills dan Margulies mengacu secara khusus
kepada situasi yang tidak jelas mengenai bagaimana menjalankan peran dalam organisasi.
Ambiguitas peran dihasilkan dari ketidakpastian seseorang tentang harapan mereka dari pekerjaan yang diberikan (Werther dan Davis, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Kahn et al.,
(1964), menyatakan bahwa peran dalam organsasi yang perkembangannya terus berubah akan
menimbulkan ketidakjelasan peran karena ekspektasi yang ada juga sering berubah.
Ketidakmampuan dalam menghadapi ambiguitas peran (ambiguity role) merupakan salah satu
penyebab tekanan dalam bekerja (Rizzo et al., 1970), dan juga berpengaruh pada penurunan
kepuasan kerja karyawan (Fisher & Gitelson, 1983; Jackson & Schuler, 1985; Lamble, 1980;
Igbaria & Guimaraes, 1993 dikutip dari Chambers, Moore & Bachtel, n.d.).
Gambar 1. Kerangka Berpikir
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh antara variabel bebas yaitu kualitas layanan internal (X1) dan latar belakang karyawan (X2) dengan variabel tergantung (Y) yaitu kepuasan karyawan. Dalam penelitian ini, populasi yang akan diteliti adalah seluruh karyawan Hotel X baik yang secara langsung berhadapan dengan konsumen (front line) maupun yang tidak langsung (back line) dengan jumlah populasi sebanyak 150 orang. Hotel X sebagai family resort hotel berbintang 4 di Surabaya berdiri pada tahun 1995 sangat cocok untuk keperluan bisnis maupun untuk liburan keluarga. Hotel X terdiri dari 114 kamar yang terdiri dari 54 kamar Superior Suite, 54 kamar Deluxe Suite dan 6 kamar X suite, dimana di tiap kamar disediakan fasilitas-fasilitas yang memberi kenyamanan tersendiri yang disesuaikan dengan tipe kamar.
Jumlah sampel yang akan disebar kepada responden diperkirakan sekitar 150 kuesioner. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan cara quota sampling dimana patokan yang dipakai yaitu sampel diambil dari masing-masing departemen sebanyak 50% - 60% dari total karyawan tiap departemen.

Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa variabel yang diteliti yaitu variabel kualitas layanan internal yang memuat sejumlah unsur, variabel latar belakang karyawan yang terdiri dari unsur umur, level pendidikan dan lama kerja, dan variabel kepuasan karyawan baik secara khusus maupun umum. Berikut adalah penjelasan dari setiap variabel yang ada beserta unsur-unsurnya.
• Kualitas layanan internal merupakan kualitas dari lingkungan kerja yang memberikan kontribusi terhadap kepuasan karyawan (Heskett dkk, 1994). Menurut Zeithaml (1991) terdapat beberapa unsur yang mendukung kualitas layanan internal, yang
juga diteliti dalam studi ini yaitu:
1. Kerjasama atau teamwork, adalah hubungan yang saling menguntungkan dan mendukung
dalam suatu organisasi yang dilakukan 2 orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan yang
telah disepakati.
2. Keseuaian terhadap pekerjaan atau employee job fit, adalah keadaan dimana karyawan merasa sesuai dengan pekerjaan yang sekarang ditekuni.
3. Kesesuaian terhadap teknologi atau technology job fit, adalah hal ketepatan terhadap alat atau teknologi yang digunakan dalam bekerja.
4. Kemampuan kontrol diri atau perceived control, adalah hubungan antara reaksi individu terhadap tekanan dan kemampuan untuk mengendalikan situasi tersebut.
5. Sistem pengawasan dan pengontrolan atau supervisory control system, merupakan halmenentukan aktivitas mengawasi karyawan, selain itu juga mencakup dukungan sosial (Zeithaml et al.,1991).
6. Konflik peran atau role conflict, adalah suatu situasi yang terjadi jika seseorang diharapkan
untuk memerankan dua peran yang bertenangan (Kahn et al, 1964).
7. Ambiguitas peran atau role ambiguity, mengacu secara khusus kepada situasi yang tidak jelas mengenai bagaimana menjalankan peran dalam organisasi (Miles & Marglies), yang dihasilkan dari ketidakpastian seseorang tentang harapan mereka dari pekerjaan yang diberikan (Werther dan Davis, 1996).
• Latar belakang karyawan
Mencakup hal-hal yang berkaitan dengan diri setiap karyawan khususnya mengenai jenis kelamin, usia, level pendidikan, tingkat pendapatan dan lama kerja. Dalam penelitian ini, akan
dilakukan pengujian apakah latar belakang karyawan (usia, level pendidikan dan lamanya
kerja) mempengaruhi kepuasan seorang karyawan.
• Kepuasan karyawan, menurut Miller (1991),
adalah suatu ukuran kepuasan dari tiap personel dengan peran yang berbeda dalam organisasi yang meliputi keterlibatan perusahaan (company involvement), keuangan dan status kerja (financial dan job status), dan kepuasan kerja intrinsik (intrinsic job satisfaction).

Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner dengan skala likert (labeled), dimana isinya adalah serangkaian pertanyaan dan pernyataan yang dirumuskan sesuai dengan objek yang sedang diteliti yaitu kualitas layanan internal, latar belakang karyawan dan kepuasan karyawan. Cara pengisian kuesioner adalah responden diminta untuk memberi pendapat tentang serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan obyek yang sedang diteliti dalam
bentuk nilai yang berada di antara rentang 2 sisi.
1 2 3 4 5
Angka-angka di atas adalah bobot atau skor pada masing-masing skala yang telah ditentukan dimana pada ujung-ujungnya ditutup dengan pernyataan yang bertentangan (sangat setuju=5 dan sangat tidak setuju=1). Untuk hasil akhir, responden juga diminta untuk memberi pendapat mengenai kepuasannya terhadap perusahaan secara keseluruhan dengan memberi nilai antara 1 hingga 10 dimana 1 adalah sangat tidak puas dan 10 adalah sangat puas.
Dalam kuesioner yang disebarkan, terdapat 6 pertanyaan dan 33 pernyataan yang mana telahdiklasifikasikan ke dalam topik-topik (khususnya tujuh unsur kualitas layanan internal menurut Zeithaml, 1991) yang ingin diteliti guna memudahkan data dianalisa. Berikut adalah klasifikasi pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner:
• Latar belakang karyawan
Pertanyaan mengenai jenis kelamin, usia, pendapatan per bulan, level pendidikan, departemen
tempat bekerja dan lama kerja.
• Kualitas layanan internal, terbagi dalam 7 bagian, yaitu:
1. Kerjasama
a. Saya merasa bagian dari tim di perusahaan.
b. Kami saling mendukung dalam melayani pelanggan (semua terlibat).
c. Salah satu tanggung jawab saya adalah membantu menyelesaikan pekerjaan kolega saya.
d. Saya dan kolega saya bekerjasama lebih dari kompetisi.
e. Saya yakin saya adalah salah satu yang terpenting dalam perusahaan.
2. Kesesuaian terhadap pekerjaan
a. Saya mampu mengerjakan pekerjaan saya dengan baik.
b. Perusahaan ini tepat dalam penempatan karyawannya.
c. Sistem perekrutan karyawan adil dan tidak bias.
3. Kesesuaian terhadap teknologi
a. Saya mendapat peralatan dan fasilitas yang cukup yang mendukung pekerjaan saya.
b. Fasilitas dan peralatan perusahaan bekerja dengan baik.
4. Kemampua kontrol diri
a. Dalam bekerja, saya bebas berinteraksi dengan kolega dan atasan saya.
b. Dalam bekerja, saya menggunakan waktu untuk pekerjaan di luar kemampuan saya.
c. Terkadang saya tidak mampu menyelesaikan tugas karena banyak kolega saya yang meminta bantuan.
5. Sistem pengontrolan pengawasan
a. Saat mengevaluasi kinerja, atasan saya mempertimbangkan perlakuan saya terhadap atasan dan kolega saya.
b. Perusahaan memberi gaji lebih atau penghargaan untuk hasil kerja yang lebih pada kolega saya.
c. Dalam perusahaan, yang memberikan pelayanan lebih kepada para kolega akan lebih dihargai.
d. Saya menerima masukan yang berguna untuk memperbaiki kinerja saya.
a. Saya tidak dapat membantu kolega saya tepat waktu karena banyak pekerjaan yang harus saya lakukan.
b. Apa yang diinginkan atasan dan kolega saya biasanya saling mendukung.
c. Perusahaan dan saya mempunyai visi yang sama mengenai cara kerja.
7. Ambiguitas peran
a. Saya mendapat info yang cukup tentang apa yang diharapkan oleh manajemen terhadap pekerjaan saya.
b. Saya merasa perusahaan tidak memberi pelatihan yang baik tentang bagaimana seharusnya karyawan beinteraksi dengan
• Kepuasan karyawan, meliputi 3 unsur menurut
1. Keterlibatan perusahaan
a. Saya senang sekali bekerja disini.
b. Saya dengan senang hati menyarankan teman atau kerabat untuk bekerja disini.
c. Perusaaan bersikap adil kepada setiap
2. Keuangan dan status kerja
a. Saya puas dengan gaji saya.
b. Saya puas akan kesempatan mendapat kenaikan gaji.
c. Saya puas dengan apa yang terjadi di
d. Perusahaan menawarkan jenjang karir yang saya inginkan.
3. Kepuasan kerja intrinsik
a. Saya menyenangi apa yang saya kerjakan.
b. Pekerjaan memberikan saya kesempatan untuk melakukan yang terbaik.
c. Pekerjaan sangatlah penting bagi saya.
• Kepuasan kerja secara keseluruhan, diwakili oleh pertanyaan seberapa besar tingkat kepuasan anda terhadap perusahaan dimana responden bekerja.
Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner dirumuskan sesuai tujuan penelitian yaitu mengetahui
tingkat pengaruh kualitas layanan internal yang meliputi tujuh unsur menurut Zeithaml dkk. (1991) terhadap kepuasan karyawan.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Kuesioner yang disebar adalah sebanyak 150 kuesioner, sedangkan yang kembali sebanyak 128
kuesioner, sehingga didapati response rate sebesar 85,33%. Dari 128 kuesioner yang kembali, setelah diperiksa didapati 6 kuesioner tidak valid karena ada pertanyaan yang dijawab lebih dari 1 dan ada pernyataan yang tidak dijawab. Sehingga ada 122 kuesioner saja yang dapat dioleh dalam penelitian ini. 122 responden yang menjawab terdiri dari 82 pria dan 40 wanita. Dengan tingkat reliabilitas sebesar alpha ά = 0,83 dapat disimpulkan bahwa kuesioner sebagai alat pengumpul data dapat dipercaya memberikan hasil analisa data yang valid. Seperti yang dikatakan oleh Nunally (1978) bahwa reliabilitas dari alpha yang dibuat untuk menguji konsistensi dari butir-butir pernyataan dalam setiap variabel lebih besar atau sama dengan 0,70 menunjukan bahwa instrumen tersebut memberikan hasil analisa data yang dapat dipercaya.
Latar Belakang Karyawan Dengan menggunakan uji beda one way of analysis variance (ANOVA) dan uji korelasi pearson momen (r), hasil pengolahan data menunjukan tidak ada perbedaan ataupun hubungan yang signifikan antara latar belakang karyawan khususnya umur dan lamanya bekerja terhadap kepuasan karyawan. Hanya tingkat pendidikan yang berbeda menunjukan hubungan dan perbedaan yang signifikan dengan kepuasaan karyawan. Nilai dan tingkat signifikansi dapat dilihat pada tabel 1.
Pada tabel 1 dapat disimpulkan bahwa karyawan dengan tingkat pendidikan paling rendah (SLTP) cenderung lebih tinggi tingkat kepuasaannya dibandingkan dengan karyawan yang tingkat pendidikannya lebih tinggi. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang karyawan semakin sulit untuk memuaskan karyawan tersebut.
Kualitas Layanan Internal dan Kepuasan Karyawan Kualitas layanan internal yang akan diteliti terbagi menurut 7 variabel yaitu kerjasama (teamwork), kesesuaian terhadap pekerjaan (employee job fit), kesesuaian terhadap teknologi (technology job fit), kemampuan kontrol diri (perceived control), sistem pengontrolan dan pengawasan (supervisory control system), konflik peran (role conflict), dan ambiguitas peran (role ambiguity).
Data regresi pada tabel 3 adalah regresi atas 7 variabel kualitas layanan internal terhadap kepuasan karyawan,. Pada tabel 3, hubungan antara variabel kualitas layanan terhadap kepuasan karyawan positif sebesar 0,72 sedangkan Adjusted R2 = 49,4% yang berarti bahwa variabel independen di atas mempengaruhi variabel dependen sebesar 49,4% sedangkan 50,6% dipengaruhi oleh faktor lain. Pada tabel ANOVA, pengaruh variabel-variabel kualitas layanan internal secara serempak sebesar F= 17,86 dengan p= 0,000 signifikan pada tingkat 0,001 terhadap kepuasan karyawan.
Dari hasil analisa regresi berganda, hanya ada 2 variabel yang mempengaruhi secara signifikan yaitu:
  • Variabel kesesuaian terhadap pekerjaan (employee job fit), dengan p= 0,006 signifikan pada level 0,01.
  • Variabel kesesuaian terhadap teknologi (technology job fit), dengan p= 0,000 signifikan pada level 0,01.
Dari masing-masing koefisien regresi tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
β 2= 0,21 → Koefisien regresi employee job fit (c2) sebesar 0,21 menunjukkan bahwa jika tanggapan responden terhadap variabel bebas employee job fit naik satu satuan sedangkan variabel lain dinyatakan konstan atau sama dengan nol, maka variabel terikat (Y) yaitu kepuasan karyawan akan naik sebesar 1,56 didapat dari Y = 1,35 +0,21(1) + 0,28 (0).
β 3= 0,28 → Koefisien regresi technology job fit (c3) sebesar 0,28 menunjukkan bahwa jika tanggapan responden terhadap variabel bebas technology job fit naik satu satuan sedangkan variabel lain dinyatakan konstan atau sama dengan nol maka variabel terikat (Y) yaitu kepuasan karyawan akan naik sebesar 1,63 didapat dari Y= 1,35+ 0,21 (0) + 0,28 (1).
Sedangkan variabel kerjasama (team work) , dengan p= 0,058 atau p= 0,06 melebihi sedikit batas tingkat signifikan yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu sebesar 0.05. Jika diasumsi variabel tersebut signifikan, maka dari ketujuh variabel kualitas layanan internal hanya ada 3 variabel yang mempengaruhi kepuasan karyawan Hotel X secara siginifikan yaitu kesesuaian terhadap pekerjaan, kesesuaian terhadap teknologi dan kerjasama. Tabel 6 hasil regresi menunjukkan pengaruh ketiga variabel ini terhadap kepuasan karyawan.

Dengan R = 0,72 dan Adjusted R2 sebesar 49,9% atau hampir 50%, maka disimpulkan bahwa ketiga variabel di atas mempengaruhi kepuasan karyawan sebesar 49,9% sedangkan 50,1% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. Jika dibandingkan dengan Tabel 2. Pengaruh 7 Variabel Kualitas Layanan Internal terhadap Kepuasan Karyawan dengan R = 0,72 dan Adjusted R2 = 49,4% yang berarti bahwa variabel independen di atas mempengaruhi variabel dependen sebesar 49,4% sedangkan 50,6% dipengaruhi oleh faktor lain, dapat disimpulkan bahwa dari ketujuh variabel kualitas layanan internal yang diteliti hanya 3 variabel saja yaitu kerjasama, kesesuaian terhadap pekerjaan dan kesesuaian terhadap teknologi yang mempengaruhi kepuasan karyawan di Hotel X dengan p= 0,000 signifikan pada tingkat 0.001.
Dari tabel 8 dapat dilihat 3 variabel yang secara signifikan mempengaruhi kepuasan karyawan yaitu :
  • Variabel kerjasama (teamwork), dengan p= 0,003 signifikan pada level 0,01.
  • Variabel kesesuaian terhadap pekerjaan (employee job fit), dengan p=0,001 signifikan pada level 0.01.
  • Variabel kesesuaian terhadap teknologi (technoogy job fit), dengan p=0,000 signifikan pada level 0.01
Dari masing-masing koefisien regresi tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
β 1= 0,19 → Koefisien regresi teamwork (c1) sebesar 0,19 menunjukkan bahwa jika tanggapan
responden terhadap variabel bebas teamwork naik satu satuan sedangkan variabel lain dinyatakan konstan maka variabel terikat (Y) yaitu kepuasan karyawan akan naik sebesar 1,28.
β 2= 0,23 → Koefisien regresi employee job fit (c2) sebesar 0,23 menunjukkan bahwa jika tanggapan responden terhadap variabel bebas employee job fit naik satu satuan sedangkan variabel lain dinyatakan konstan maka variabel terikat (Y) yaitu kepuasan karyawan akan naik sebesar 1,32.
β 3= 0,30 → Koefisien regresi technology job fit (c3) sebesar 0,30menunjukkan bahwa jika tanggapan responden terhadap variabel bebas technology job fit naik satu satuan sedangkan variabel lain dinyatakan konstan maka variabel terikat (Y) yaitu kepuasan karyawan akan naik sebesar 1,39.
Dapat disimpulkan bahwa variabel kesesuaian terhadap teknologi adalah faktor dominan yang mempengaruhi kepuasan kerja (β 3= 0,30), diikuti oleh variabel kesesuaian terhadap pekerjaan (β 2= 0,23) dan yang terakhir adalah variabel kerjasama (β 1= 0,19).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan
dan perbedaan yang signifikan dari latar bela kang karyawan khususnya umur dan lamanya bekerja terhadap kepuasan karyawan di Hotel X (hanya faktor tingkat pendidikan yang menunjukan korelasi dan perbedaan yang signifikan). Selanjutnya dari 7 variabel kualitas layanan internal hanya ada 3 variabel yaitu kerjasama, kesesuaian terhadap pekerjaan dan kesesuaian terhadap teknologi berpengaruh secara positif terhadap kepuasan karyawan dengan faktor kesesuaian terhadap teknologi sebagai faktor yang dominan. Hasil analisa penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:




Saran
Dari kesimpulan di atas ada beberapa saran yang diharapkan dapat memberi masukan bagi Hotel X dan industri perhotelan lainnya yaitu sebagai berikut:
1. Hotel X atau industri perhotelan perlu memperhatikan bahwa tingkat pendidikan harus disesuaikan dengan pekerjaan dan teknologi yang mendukung di lingkungan kerja karena ketiga faktor ini mempengaruhi kepuasan karyawan di dalam organisasi. Selain itu usaha menciptakan budaya kerjasama antar individu didalam organisasi selalu diperhatikan.
2. Untuk meningkatkan kualitas layanan yang dapat mempengaruhi kepuasan karyawan, maka Hotel X atau industri perhotelan perlu memperhatikan kualitas layanannya terhadap karyawan, khususnya dengan mengevaluasi dan memperbaiki dimensi kualitas layanan yang dirasa karyawannya tidak memuaskan.
Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk menginvestigasi bagaimana hubungan latar belakang karyawan dan pengaruh kualitas layanan yang diberikan oleh salah satu pihak industri perhotelan di Surabaya terhadap kepuasaan karyawannya, sehingga disarankan penelitian yang berkesinambungan serta melibatkan beberapa hotel di Surabaya akan memberikan hasil yang lebih akurat. Dari segi metodologi penelitian, disarankan untuk melibatkan pendekatan secara kualitatif berupa wawancara ataupun observasi untuk menggali lebih jauh faktor-faktor lain khususnya yang diciptakan oleh pihak industri untuk memuaskan karyawannya.

DAFTAR PUSTAKA
Academy of Criminal Justice Sciences. (1990 March). Police stress and organizational formalization: explaining individual responses by organizational traits, pp.13–17.
Chambers, B., Moore, A.B., & Bachtel, D. (n.d.). Role conflict, role ambiguity and job satisfaction
of county extension agents in the Georgia cooperative extension service.
Lamble, G. W. (1980). Role conflict and ambiguity of agricultural extension agents. Dissertation
Abstracts International, 41, 1346A. (University Microfilms No. 8023044).
Lovelace, K. & Rosen, B. (1996). Differences in achieving person-organization fit among
diverse groups of managers. Journal of Management, 22(5), 703-722.
Moskowitz, R. Get “FIT” to reduce turnover. Senir consultant – Advantage Hiring.
Nunally, J. C. (1978). Psychometeric theory, (2nd ed), New York: McGraw-Hill.
O’Connor, T. J (2001). Performance management - Electrical wholesaling.
Rizzo, J. R., House, R. J. & Lirtzman, S. L. (1970). Role conflict and ambiguity in complex organizations. Administrative Science Quarterly, 15, pp. 150-163.
Rucci, A. J., Kirn, S. P., & Quinn, R. T. (1998). The employee-customer-profit chain at sears. Harvard Business Review, January-February.
Siehoyono, L. (2004). Am I satisfied?: Analysing the influence of employee backgrounds and internal service quality on employee satisfaction in economics faculty of Petra christian university, Surabaya. Proposal penelitian internal. Surabaya: Program Management Perhotelan.
Sugiyono. (1997). Statistika untuk penelitian, (Edisi 2), Bandung: Alfabeta.
Terry, B. D. Agent performance and customer satisfaction (online). http://www.joe.org/joe/2004 december/a4.shtml (diakses 8 November 2005)

oleh:
Lintje Siehoyono
Dosen Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra Surabaya


SUMBER :
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/03/analisa-hubungan-latar-belakang_02.html 

JURNAL : ANALISA PENGARUH PRAKTIK KINERJA ORGANISASI DAN SDM TERHADAP KELANCARAN PELAKSANAAN TUGAS ANGGOTA DPRD KABUPATEN BENGKULU TENGAH


Abstract
The focus of this study is about the influence of HR practices and
performance against the convenience of DPRD Central Bengkulu. With the
formulation of research problem is how to effect partial or simultaneous
delivery of HR practices and performance against the convenience of
DPRD Central Bengkulu. This study uses the analysis method of
quantitative analysis, the discussion through the SPSS statistical program
that is intended to find out how far the relationship between the independent
variables with the dependent variable. Meanwhile, to predict how far the
influence between two or more variables, the authors use regression
analysis method. The analysis revealed a significant effect between the
variables of performance and HR practices for the convenience of the
members of DPRD Central Bengkulu with the probability through ANOVA
test and t test with significance level value in accordance with the
provisions of the statistics. The data collection techniques in the study by
observation, book study and questionnaire. is the sampling technique used
is the total population is 24 persons except researchers.
Keywords: Performance Practice, HR, Smooth Implementation Task
PENDAHULUAN
DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah adalah sebagai salah satu perangkat
Pemerintahan Kabupaten yang melaksanakan fungsinya sebagai alat pelaksana cita-cita
demokrasi di Kabupaten. Agar anggota dewan dapat menjalankan tugasnya dengan baik
dan produktif serta memuaskan maka kinerja pegawai perlu ditingkatkan. Untuk
meningkatkan kinerja dan kelancaran pelaksanaan tugas anggota dewan, maka harus
didukung dengan upaya pengembangan anggota dewan melalui bentuk pengembangan
sumber daya manusia. DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah masih sering disoroti berkaitan
dengan fungsi dan kedudukannya dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah. Pada
orde Baru, anggota DPR dan juga anggota DPRD sering dianggap sebagai kendaraan
politik untuk melanggengkan kekuasaan rejim daripada mewakili rakyat dalam pembuatan
kebijakan maupun melaksanakan fungsi kontrol.
Dengan demikian masalah kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam era
reformasi pembangunan sekarang ini, khususnya di Kabupaten Bengkulu Tengah, perlu
mendapat perhatian yang serius. Jika kita perhatikan pada saat sekarang ini, dimana para
anggota Dewan pada umumnya sudah mulai menunjukan penurunan dalam tingkat kinerja.
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
102
Untuk mengatasi hal ini dipandang perlu diadakan suatu langkah dan upaya yang
dapat meningkatkan kinerja anggota dewan guna kelancaran pelaksanaan tugas tersebut,
karena dengan kinerja yang baik dan tinggi akan dapat melancarkan pelaksanaan tugas dan
menciptakan kerja yang baik dan tinggi pula, demikian pula sebaliknya. Untuk
menghasilkan dan menciptakan kerja yang memuaskan dalam upaya meningkatkan kinerja
anggota dewan, maka harus didukung oleh suatu faktor tertentu. Faktor yang
memungkinkan dapat mendukung hal tersebut salah satunya adalah pengembangan SDM
pada organisasi atau Instansi yang bersangkutan yang diperuntukan bagi anggota dewan.
Dengan adanya pengembangan SDM, maka akan dapat diharapkan terciptanya
kinerja yang baik, sebagaimana dikemukakan bahwa “Sumberdaya-sumberdaya yang
digerakkan secara efektif memerlukan keterampilan organisatoris dan teknis, sehingga
akan dapat menciptakan kinerja dan kelancaran kerja yang cukup tinggi. Melalui berbagai
perbaikan cara kerja, kemampuan kerja, keterampilan kerja serta kualitas kerja, maka akan
dapat diperoleh kinerja yang lebih baik. Cara kerja, kemampuan kerja, keterampilan serta
kualitas kerja akan dapat dicapai melalui salah satu faktor, yaitu pengembangan SDM”.
(Muchdarsyah Sinungan, 1995:1). Dari pernyataan ini jelaslah bahwa dengan dilakukan
pengembangan SDM dimaksudkan untuk meningkatkan keahlian, kemampuan dan
keterampilan kerja. Jadi melalui pengembangan SDM dimaksudkan untuk meningkatkan
keahlian, kemampuan dan keterampilan kerja. Jadi melalui pengembangan SDMyang baik
dan terus-menerus, diharapkan akan dapat dicapai hasil kerja yang efektif dan pada
akhirnya akan tercipta kinerja yang lebih baik, efektif dan efisien. Melalui pengembangan
SDM, akan dapat menciptakan sikap mental, tingkah laku yang lebih optimis. Dalam
proses pembangunan nasional yang sedang dilancarkan ini tidak hanya diperlukan modal,
teknologi dan keahlian dibidang sosial dan ekonomi yang memadai, tetapi perlu ditunjang
dengan kemampuan sumber daya manusianya dan manajemen oleh para pelaksananya.
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa kerja yang malas-malasan akan menghambat
kemajuan. Sebaliknya kerja yang efektif dan efisien akan dapat menunjang kemajuan serta
mendorong kelancaran kerja, baik secara individu maupun secara organisasi. Kinerja
anggota dewan masih sering disoroti berkaitan dengan fungsi dan kedudukannya dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, dimana proses pembentukan perda kurang
optimalisasi. Hal itu disebabkan ada empat hambatan yang menjadi alasan besar bagi
DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasi semua berasal dari faktor internal. Dengan
adanya pemanfaatan waktu kerja kurang begitu diperhatikan pada hal waktu kerja adalah
merupakan upaya paling mendasar dapat dicapainya kinerja yang lebih baik. Akan tetapi
kadang kala hal ini banyak diabaikan, bahkan secara sengaja dilanggar. Sikap mental yang
seperti ini tidak akan menimbulkan suasana kerja yang optimis, apalagi diharapkan untuk
dapat menciptakan metode dan sistem kerja yang produktif di semua perangkat kerja yang
ada.
Berkaitan dengan masalah ini, maka untuk menciptakan kinerja Anggota Dewan
yang lebih baik dan lebih efektif serta lebih produktif, mutlak dituntut suatu upaya yaitu
melalui pengembangan SDM para pegawai didalamnya. Ditegaskan dalam Jurnal Ilmu-
Ilmu Sosial edisi 3 bahwa “Pengembangan SDM adalah usaha yang dilakukan
mempersiapkan seseorang menjadi manusia seutuhnya, mampu berpikir logis dan rasional
serta mampu melaksanakan fungsinya sebagai makhluk Tuhan, insan ekonomis, insan
sosial, warga negara dan anggota masyarakat. Pengembangan SDM adalah proses
peningkatan kualitas manusia dan mentransformasikan manusia menjadi angkatan kerja
produktif”. (PAU-IS-UI, 1992 : 25).
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
103
Jadi jelaslah bahwa untuk meningkatkan kinerja Anggota Dewan untuk kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsinya, maka mutlak diperlukan adanya pengembangan sumber
daya manusia. Karena dengan pengembangan SDM dilakukan secara terus menerus dan
efektif, maka akan dapat menciptakan kinerja kerja yang lebih baik. Keberadaan DPRD
Kabupaten Bengkulu Tengah adalah sebagai perwujudan dari sila keempat dari Pancasila,
maka kedudukannya adalah sebagai salah satu perangkat Pemerintahan Daerah yang
melaksanakan fungsinya sebagai alat pelaksana cita-cita demokrasi di Daerah.
Berdasarkan pengamatan bahwa tingkat pendidikan para Anggota Dewan hanya sebagian
saja yang berpendidikan sarjana. Dari gambaran tersebut berdasarkan pengamatan peneliti,
terlihat bahwa para Anggota Dewan dapat dikatakan bahwa tingkat kinerjanya yang belum
dapat dikatakan baik didalam menjalankan tugas pekerjaan rutin sehari-hari belum dapat
diselesaikan sesuai dengan program yang ada.
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka yang ingin dibahas dan diteliti
dalam penelitian ini adalah masalah yang berjudul “Analisis Pengaruh Praktik Kinerja dan
SDMTerhadap Kelancaran Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu
Tengah”.
Pengertian Praktik Kinerja
Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi kemampuan kerja (Artoyo,
1986:14). Kinerja individu tergantung pada faktor-faktor seperti faktor internal terdiri dari
pengalaman, keahlian, kemampuan, dan kemauan. Faktor eksternal terdiri dari : fasilitas
kerja, kondisi kerja (Abdul Hamid Mursi, 1996:76).
Mangkunegara (2005:67) mengemukakan pengertian kinerja (job performance)
sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Faktor
yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor
motivasi (motivation). Dengan kemampuan kinerja perorangan dapat diukur dengan rumus
sebagai berikut :
Kinerja = Kemampuan + Motivasi
Kemampuan merupakan representasi dari kemampuan potensi dan kemampuan
realiti. Sedangkan motivasi terbentuk dari sikap seseorang dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Pengertian Sumber Daya Manusia
Soekidjo. N, menegaskan bahwa “pembangunan suatu bangsa memerlukan aset
pokok yang disebut sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Yang lebih penting diantara kedua sumber daya tersebut adalah sumber daya manusia’.
(Soekidjo Notoatmodjo, 1998:1).
Pengertian Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler (1994) dalam Tjiptono (2004:147), kepuasan pelanggan adalah
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan
dibandingkan dengan harapannya. Sedangkan menurut Irawan (2002:3), kepuasan
pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan
produk dan jasa.
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
104
Pengertian Kelancaran Pelaksanaan Tugas
“Kelancaran adalah segala kegiatan yang dapat dilaksanakan tanpa mengalami
hambatan” (Sondang, 1997:92). Kemudian kelancaran dapat pula diartikan “segala sesuatu
yang dilaksanakan tidak menemukan hambatan atau tantangan” (Soebroto,1985;5).
Kerangka Pikir
Berdasarkan pendapat di atas bahwa Praktik Kinerja Dan SDM mempunyai
pengaruh terhadap Kelancaran Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu
Tengah. Adapun kerangka pikir dalam bentuk hubungan antara variabel pengaruh (X1)
dan (X2) dengan variabel terpengaruh (Y) sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas,
maka hipotesa di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. terdapat pengaruh positif antara praktik kinerja terhadap kelancaran pelaksanaan tugas
anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah.
2. terdapat pengaruh positif antara SDM terhadap kelancaran pelaksanaan tugas anggota
DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah.
3. terdapat pengaruh positif antara parktik kinerja dan SDM terhadap kelancaran
pelaksanaan tugas anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil analisis data yang yang telah dilaksanakan di lapangan sesudah diolah
melalui perangkat lunak SPSS 15 di dapat analisis tanggapan responden terhadap variabelvariabel
diuraikan sebagai berikut :
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Praktik Kinerja
Untuk mengukur apa yang harus diukur maka digunakan hasil uji validitas terhadap
semua variabel yang menjadi ukuran dalam penelitian ini. Hasil uji validitas variabel X1
(praktik kinerja) dapat dilihat hasil perhitungan validitas dijelaskan sebagai berikut :
Uji Validitas Variabel Praktik Kinerja (X1)
Dari hasil perhitungan untuk variabel X1 yang diperoleh tersebut dapat disusun
hasil validitas seperti terlihat tabel berikut ini :
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
105
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Variabel Praktik Kinerja (X1)
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tampilan tabel di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel yang diuji
dengan rumus validitas dinyatakan valid karena hasil nilai r hitung yang diperoleh lebih
besar dari nilai r tabel yaitu 0,404 untuk N = 24 . Dan untuk variabel yang dinyatakan
valid tersebut ditandai dengan (*) dan sangat valid tanda dua bintang (**) yang artinya
variabel tersebut memiliki nilai yang dinyatakan valid "sangat tinggi". Pada Tabel diatas
dinyatakan sangat valid (**). Artinya data dan instrumen dalam penelitian ini dapat
dilanjutkan.
Uji Reliabilitas Variabel SDM
Untuk pengujian skala pengukuran dilakukan dengan pendekatan Cronbach’s
Alpha hasil analisis tersebut digambarkan dalam tabel reliabilitas di bawah ini :
Tabel 2. Uji Reliability Statistics Variabel Kompetensi
Cronbach's Alpha N of Items
.799 8
Item-Total Statistics
Scale
Mean if
Item
Deleted
Scale
Variance
if Item
Deleted
Correcte
d Item-
Total
Correlati
on
Cronbach
's Alpha
if Item
Deleted
X1_1 49.88 118.201 .860 .777
X1_2 50.17 115.884 .882 .771
X1_3 50.33 122.145 .526 .791
X1_4 50.29 111.781 .875 .761
X1_5 50.04 114.998 .854 .769
X1_6 50.33 114.667 .837 .769
X1_7 50.50 109.391 .888 .755
Total
_X1 27.04 33.346 1.000 .930
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
106
Hasil analisis dengan pendekatan perangkat lunak SPSS 15 didapat Cronbach’s =
0,404 lebih besar dari angka yang dianjurkan yaitu alpha 0,600 dan r tabel = 0,404. ini
menunjukan skala pengukuran dinyatakan rebialitasnya secara nyata validitas. Artinya data
dan instrumen dalam penelitian ini dapat dilanjutkan.
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel SDM
Untuk mengukur apa yang harus diukur maka digunakan hasil uji validitas terhadap
semua variabel yang menjadi ukuran dalam penelitian ini. Hasil uji validitas variabel SDM
(X2) dapat dilihat hasil perhitungan validitas dijelaskan sebagai berikut:
1. Uji Validitas Variabel SDM (X2)
Dari hasil perhitungan untuk variabel X2 yang diperoleh tersebut dapat disusun
hasil validitas seperti terlihat tabel berikut ini :
Tabel 3. Validitas SDM
2. Uji Reliabilitas Variabel Kelancaran pelaksanaan tugas
Untuk pengujian skala pengukuran dilakukan dengan pendekatan Cronbach’s
Alpha hasil analisis tersebut digambarkan dalam tabel reliabilitas di bawah ini :
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
107
Tabel 4. Uji Reliabilitas Variabel Kelancaran Pelaksanaan Tugas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.786 9
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if
Item Deleted
Y_1 59.54 117.216 .838 .760
Y_2 59.83 116.319 .860 .757
Y_3 60.00 123.304 .410 .780
Y_4 59.88 113.940 .785 .753
Y_5 59.63 118.505 .733 .764
Y_6 60.04 114.389 .820 .753
Y_7 59.92 114.514 .743 .755
Y_8 59.92 116.080 .824 .757
Total_
Y 31.92 33.123 1.000 .908
Hasil analisis dengan pendekatan perangkat lunak SPSS 15 didapat Cronbach’s =
0,786 lebih besar dari angka yang dianjurkan yaitu alpha 0,600 dan r tabel = 0,404. ini
menunjukan skala pengukuran dinyatakan rebialitasnya secara nyata validitas. Artinya data
dan instrumen dalam penelitian ini dapat dilanjutkan.
3. Analisis Uji Korelasi praktik kinerja dan SDM Terhadap Kelancaran Pelaksanaan
Tugas
Hasil korelasi praktik kinerja dan SDM terhadap kelancaran Pelaksanaan Tugas
selengkapnya dijelaskan dalam gambar berikut ini.
Tabel 5. Uji Korelasi X1 dan X2 Terhadap Y
Total_X1 Total_X2 Total_Y
Spearman's rho Total_X1 Correlation Coefficient 1.000 .813(**) .928(**)
Sig. (2-tailed) . .000 .000
N 24 24 24
Total_X2 Correlation Coefficient .813(**) 1.000 .909(**)
Sig. (2-tailed) .000 . .000
N 24 24 24
Total_Y Correlation Coefficient .928(**) .909(**) 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .000 .
N 24 24 24
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tampilan tabel di atas menunjukan hasil analisis dengan mengunakan rank
spearman’s rho didapat hubungan Praktik Kinerja dan SDM terhadap kelancaran
pelaksanaan tugas pada DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah secara nyata ada hubungan
yang erat. Untuk nilai Praktik kinerja terhadap kelancaran pelaksanaan tugas 0.928** dan
SDM dengan nilai 0.813**. Hasil korelasi ini menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut
ada hubungan yang kuat dan nyata terhadap kelancaran pelaksanaan tugas pegawai.
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
108
Analisis Parsial Pengaruh Praktik Kinerja dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas.
1. Uji Variabel praktik kinerja terhadap Kelancaran pelaksanaan tugas
Untuk mengetahui persentase pengaruh secara parsial antara praktik kinerja (X1)
terhadap SDM (Y) Di Lingkungan DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah, maka akan di
lakukan dengan uji R2 (R-Square) dengan model summari, Singgih (2003:199). Analisis
hubungan antar variabel dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak program
komputer statistik SP'SS 15.00 for windows. Hasil analisis nilai diskriman sebagaimana
ditampilkan pada gambar berikut ini.
Tabel 6. Uji Variabel Praktik Kinerja Terhadap Kelancaran Pelaksanaan Tugas
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .934(a) .873 .867 2.100 1.913
a Predictors: (Constant), Total_X1
b Dependent Variable: Total_Y
Tampilan tabel di atas menunjukan pengaruh praktik kinerja terhadap kelancaran
pelaksanaan tugas dari hasil analisis koefisien determinasi nilai yang diperoleh adalah R =
0,934 dengan nilai R2 sebesar 0,873, jika dipersentaseqkan sebesar 87,3 % dan dibulatkan
menjadi 87%. Hal ini menunjukan bahwa variabel bebas (berpengaruh cukup kuat
terhadap kelancaran pelaksanaan tugas) menjelaskan bahwa pengaruh variabel bebas telah
mempengaruhi variabel terikat (cukup kuat) sebesar 87 %. Nilai koefisien determinasi ini
juga menunjukan besarnya sumbangan variabel praktik kinerja terhadap variabel
kelancaran pelaksanaan tugas. Selebihnya sebesar 13 % dipengaruhi variabel-variabel
lainnya yang belum terlibat dalam penelitian ini.
Hubungan yang dalam kategori baik ini adalah hubungan yang positif antara
praktik kinerja terhadap kelancaran pelaksanaan tugas. Untuk itu semakin ditingkat
praktik kinerja yang lebih baik semakin lancar pelaksanaan tugas anggota dewan.
Uji t Hitung Variabel Praktik Kinerja
Untuk mengetahui pengujian signifikansi pengaruh masing-masing variabel praktik
kinerja secara parsial dalam mempengaruhi Kelancaran pelaksanaan tugas anggota dewan
(Y) Di DPRD(DPRD) Kabupaten Bengkulu Tengah, maka akan dilakukan analisis dengan
menggunakan uji hipotesis dengan menggunakan uji t dan uji persamaan, dengan
ketentuan :
- Jika t hitung > t tabel 0,05 (dk= n – 2 ) maka Ha, diterima dan Ho ditolak
- Jika t hitung < tabel 0,05 (dk = n – 2 ) maka Ha, ditolak dan Ha gagal untuk
ditolak berikut ini hasil t signifikan dan nilai signifikan.
Sedangkan perhitungan uji t selengkapnya disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 7. Uji t hitung Variabel Praktik Kinerja
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 6.739 2.094 3.218 .004
Total_X1 .931 .076 .934 12.281 .000
a Dependent Variable: Total_Y
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
109
Tampilan pada tabel di atas menunjukan t hitung praktik kinerja dengan nilai sebesar
12,281 dan t tabel nilainya sebesar 1,711. menunjukan bawah t hitung lebih besar dari t
tabel. Kondisi demikian bahwa hipotesis alternatif (Ha) dapat diterima yaitu ada hubungan
yang nyata antara praktik kinerja terhadap kelancaran pelaksanaan tugas dilingkungan
DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah. Dari hasil analisis t hitungan diatas disusun analisis
regresi yaitu:
Y = 6,739 + 0.931 X1 + ε
Dari persamaan didapat nilai konstantanya sebesar 6,739 Nilai konstanta tersebut
secara matematis menyatakan bahwa pada saat praktik kinerja Belum dipahami bernilai 0,
maka kelancaran pelaksanaan tugas memiliki nilai 6,739. Sedangkan Nilai (0,931) yang
terdapat pada koefisien regresi variabel (X1) menggambarkan bahwa setiap kenaikan satu
unit praktik kinerja akan meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas sebesar 0,931.
2. Analisis Variabel SDM Terhadap Kelancaran pelaksanaan tugas
Analisis hubungan antar variabel dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
program komputer statistik SPSS 15.00 for windows. Hasil analisis nilai diskriminan
sebagaimana ditampilkan pada gambar berikut ini.
Tabel 8. Analisis variabel SDM Terhadap Kelancaran Pelaksanaan Tugas
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 .915(a) .838 .830 2.372 1.723
a Predictors: (Constant), Total_X2
b Dependent Variable: Total_Y
Tabel di atas menunjukan pengaruh SDM terhadap kelancaran pelaksanaan tugas
dari hasil analisis koefisien determinasi nilai yang diperoleh adalah R = 0,915 dengan nilai
R2 sebesar 0,838, jika dipersentasekan sebesar 83,8 %. Hal ini menunjukan bahwa variabel
bebas (SDM) menjelaskan bahwa pengaruh variabel bebas telah mempengaruhi variabel
terikat (Kelancaran pelaksanaan tugas) sebesar 83,8 %. Nilai koefisien determinasi ini juga
menunjukan besarnya sumbangan variabel SDM terhadap kelancaran pelaksanaan tugas.
Sumbangan tersebut menunjukan peranan SDM sebesar 84% terhadap kelancaran
pelaksanaan tugas. Selebihnya sebesar 84 % dipengaruhi variabel-variabel lainnya yang
belum terlibat dalam penelitian ini. Hubungan yang dalam kategori baik ini adalah
hubungan yang positif antara SDM terhadap kelancaran pelaksanaan tugas.
Sedangkan perhitungan uji t selengkapnya disajikan dalam gambar berikut ini.
Tabel 9. Uji t Hitung
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4.521 2.617 1.727 .098
Total_X2 1.045 .098 .915 10.650 .000
a Dependent Variable: Total_Y
Tampilan pada tabel menunjukan t hitung SDM dengan nilai sebesar 10,650 sedangkan t
tabel sebesar 1,711 menunjukan bawah t hitung lebih besar dari t tabel. Kondisi demikian
bahwa hipotesis alternatif (Ha) dapat diterima yaitu ada hubungan yang nyata antara SDM
terhadap kelancaran pelaksanaan tugas pada Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah.
Hasil uraian diatas dapat disusun analisis regresi yaitu :
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
110
Y = 4,521 + 1,045 X2 + ε
Dari persamaan diatas didapat nilai konstantanya sebesar 4,521 Nilai konstanta
tersebut secara matematis menyatakan bahwa pada saat SDM bernilai 0, maka kinerja
memiliki nilai 4,521. Sedangkan Nilai 1,045 yang terdapat pada koefisien regresi variabel
SDM (X2) menggambarkan bahwa arah hubungan terhadap kelancaran pelaksanaan tugas
adalah searah, dimana setiap kenaikan satu satuan unit SDM akan meningkatkan
kelancaran pelaksanaan tugas sebesar 1,045. Kenaikan variabel SDM sebesar satuan unit
akan meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas sebesar 1.045.
3. Uji Variabel Praktik Kinerja dan SDM Terhadap Kelancaran Pelaksanaan Tugas
Analisis hubungan antar variabel dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi
dengan program komputer statistik SP'SS 15.00 for windows. Hasil analisis sebagaimana
ditampilkan pada tabel berikut ini.
Tabel 10. Uji Variabel Praktik kinerja dan SDM Terhadap Kelancaran pelaksanaan tugas
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 .872(a) .745 .840 1.410 1.263
a Predictors: (Constant), Total_X2, Total_X1
b Dependent Variable: Total_Y
Tampilan tabel di atas menunjukan pengaruh praktik kinerja dan SDM dari hasil
analisis koefisien determinasi nilai yang diperoleh adalah R = 0.872 dengan nilai R2
sebesar 0,745, jika dipersentasekan sebesar 74,5 %. Hal ini menunjukan bahwa variabel
bebas (praktik kinerja dan SDM) menjelaskan bahwa pengaruh variabel bebas telah
mempengaruhi variabel terikat (kelancaran pelaksanaan tugas) sebesar 74,5 %. Nilai
koefisien determinasi ini juga menunjukan besarnya sumbangan praktik kinerja dan SDM
terhadap variabel kelancaran pelaksanaan tugas.
Sumbangan tersebut menunjukan peranan praktik kinerja dan SDM sebesar 75 %
terhadap kelancaran pelaksanaan tugas dilingkungan DPRD Kabupaten Bengkulu tengah
secara bersama. Selebihnya sebesar 25 % dipengaruhi variabel-variabel lainnya yang
belum terlibat dalam penelitian ini. Hubungan yang dalam kategori sangat bagus ini adalah
hubungan yang positif antara praktik kinerja dan SDM terhadap kelancaran pelaksanaan
tugas semakin baik dan dapat melancarkan pelaksanaan tugas anggota dewan yang
nantinya semangat kerja dan produktivitas kerjanya semakin meningkat.
Uji F Hitung
Perhitungan F hitung digunakan untuk melihat signifikan atau tidaknya regresi
berganda yang lakukan. Hasil analisis regresi berganda ini menujukan F hitung lebih besar
dari F tabel untuk jelasnya disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 11. Tabel Uji F Hitung
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 720.078 2 360.039 18.074 .000(a)
Residual 41.755 21 1.988
Total 761.833 23
a Predictors: (Constant), Total_X2, Total_X1
b Dependent Variable: Total_Y
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
111
Hasil analisis F hitung sebesar 18,074 dan F tabel sebesar 3,403 menunjukan F
hitung lebih besar untuk itu Ha diterima dimana variabel praktik kinerja dan SDM dapat
diterima berpengaruh posistif secara simultan terhadap kelancaran pelaksanaan tugas
anggota dewan.
Uji t hitung
Sedangkan perhitungan uji t selengkapnya disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 12. Uji t hitung
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3.022 1.574 1.921 .068
Total_X1 .559 .087 .561 6.422 .000
Total_X2 .526 .100 .460 5.270 .000
a Dependent Variable: Total_Y
Tampilan pada tabel menunjukan t hitung praktik kinerja dengan nilai sebesar
6,422 dan t hitung SDM nilainya sebesar 5,270, dan t tabel sebesar 1,404 (= 0.05)
menunjukan bawah t hitung lebih besar dari t tabel. Kondisi demikian bahwa hipotesis
alternatif (Ha) dapat diterima yaitu ada hubungan yang nyata antara praktik kinerja dan
SDM terhadap kelancaran pelaksanaan tugas secara signifikan berpengaruh nyata untuk itu
dapat disusun analisis regresi yaitu :
Y = 3,022 + 0,559 X1 + 0.526 X2 + ε
Dari persamaan diatas didapat nilai konstantanya sebesar 3,022 Nilai konstanta
tersebut secara matematis menyatakan bahwa pada saat praktik kinerja dan SDM bernilai
0, maka kelancaran pelaksanaan tugas memiliki nilai 3,022. Sedangkan yang terdapat pada
koefisien regresi variabel praktik kinerja (X1) dan SDM (X2) menggambarkan bahwa arah
hubungan terhadap kelancaran pelaksanaan tugas adalah searah, dimana setiap kenaikan
satu satuan unit praktik kinerja akan meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas sebesar
0,559. Kenaikan variabel SDM sebesar satuan unit akan meningkatkan kelancaran
pelaksanaan tugas sebesar 0.526.
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Menunjukan pengaruh yang signifikan antara praktik kinerja terhadap kelancaran
pelaksanaan tugas dengan nilai yang diperoleh adalah R = 0,934 dengan nilai R2 sebesar
0,873, jika dipersentasekan sebesar 87,3 % dan dibulatkan menjadi 87%. Selebihnya
sebesar 13 % dipengaruhi variabel-variabel lainnya yang belum terlibat dalam
penelitian ini.
2. Menunjukan pengaruh yang signifikan SDM terhadap Kelancaran pelaksanaan tugas
dengn nilai yang diperoleh adalah R = 0,915 dengan nilai R2 sebesar 0,838, jika
dipersentasekan sebesar 83,8 %, jika dipersentasekan sebesar 84,0 %. Selebihnya
sebesar 16 % dipengaruhi variabel-variabel lainnya yang belum terlibat dalam
penelitian ini.
JURNAL EKONOMI DAN INFORMASI AKUNTANSI (JENIUS)
Analisa Pengaruh Praktik Kinerja Organisasi dan SDM Terhadap Kelancaran
Pelaksanaan Tugas Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah
VOL. 2 NO. 2
MEI 2012
112
3. Menunjukan pengaruh yang signifikan antara praktik kinerja dan SDM terhadap
kelancaran pelaksanaan tugas dengan nilai yang diperoleh adalah R = 0.872 dengan
nilai R2 sebesar 0,745, jika dipersentasekan sebesar 74,5 %. Dan dibulatkan 75 %.
Selebihnya sebesar 25 % dipengaruhi variabel-variabel lainnya yang belum terlibat
dalam penelitian ini.
4. Menunjukan hubungan yang nyata dan searah antara praktik kinerja dan SDM terhadap
kelancaran pelaksanaan tugas karena t hitung lebih besar dari t tabel.
DAFTAR PUSTAKA
Amoroso, Penn. 1992. Psikologgi Kerja. Jakarta, Rineka Cipta
Dessler, Gary. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta Prenhallindo
Maulana, 1993. Manajemen Perkantoran Suatu Pengantar, Andy Offset.
Masduki, 1987. Metode Riset, PT. Hanindita Offset, Yogyakarta.
Lg. Parsanto, 1988. Organisasi Dan Manajemen, Universitas Terbuka.
Pamuji, 1984. Ekologi Administrasi Negara, Edisi Pertama, Bina Aksara, Jakarta
Sanafiah Faizal, 1984, Metodelogi Penelitian, PT. Bina Aksara, Jakarta.
Sarwoto, 1981, Dasar-dasar Organisasi dan manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Siagian, Sondang. P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta, Bumi Aksara
Sudjana Nana, 1989, Tuntunan Penyusunan Ilmiah, PT. Sinar Baru, Bandung.
Sondang P. Siagian, 1997, Filsafat Administrasi, Cetakan kedua puluh, Gunung Agung,
Jakarta.
Sutrisno Hadi, 1988, Statistik 2, PT. Andi Offset, Yogyakarta.
The Liang Gie,1998, Kamus Administerasi Perkantoran, Nur Cahaya, Yogyakarta
Timpe, A. Dale. 1992. Kinerja, Jakarta Elekmedia komputindo.
W.J.S. Poerwadarminto, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, BN Balai Pustaka,
Jakarta.
Winarno Surackmad, 1985, Metode Riset, Andi Offset, Yogyakarta.
Warsidi, Adi, 1987, Administrasi Perkantoran, Karunika, Jakarta.

SUMBER :
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=18&cad=rja&ved=0CHcQFjAHOAo&url=http%3A%2F%2Fnews.palcomtech.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2012%2F01%2FSEPTI-JE02022012.pdf&ei=FeyfUtGYFYjsiAfe9ICQDQ&usg=AFQjCNGrAkfVTSzUUDSc6WM_xG1Kegjh7Q&sig2=ptw4-6Wjb1vtuDIFKflKWA&bvm=bv.57155469,d.aGc